Selasa, 26 Agustus 2008

Pengembangan Proyek

Pengembangan Hortikultura

Di Kab Buton

Adalah sebuah proyek yang bertujuan untuk mengaktifkan sektor holtikultura dan meningkatkan pendapatan petani kecil pada daerah non irigasi (lahan tak berpengairan) dengan memberikan bantuan yang berupa fasilitas dasar pertanian dan teknik cocok tanam holtikultura. Proyek ini dilaksanakan pada 31 daerah di 15 propinsi dan pelaksana proyeknya adalah dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian. Dari total biaya 10.359.000.000,00 yen (dana tercairkan 8.407.000.000 yen), JBIC mengeluarkan dana sebesar 7.769.000.000 yen (dana tercairkan 4.612.000.000 yen). LA ditandatangani pada bulan Desember 1996. Dan pada bulan Desember 2002, dana pinjaman sudah dicairkan semua. Konsultan proyek ini adalah Nippon Koei dan perusahaan-perusahaan setempat (PT Pusat Pengembangan Agribisinis, PT Trans Intra Asia, PT Andal Agrikarya Prima). Sedangkan pelaksana kontrak adalah perusahaan-perusahaan setempat.

Proyek ini ditujukan kepada 756 kepala keluarga untuk lahan seluas 500 hektar pada 7 desa di kecamatan Sampolawa dan 3 desa di kecamatan Batauga.Pelaksana proyek ini adalah Departmen Pertanian Propinsi Sulawesi Tenggara dan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Buton. Proyek ini berupa bantuan 200.000 batang bibit pohon, pupuk dan obat pembasmi hama. Selain itu, diadakan juga pelatihan cocok tanam dan pembangunan fasilitas irigasi. Anggaran total proyeknya 11.000.000.000 rupiah.

PERMASALAHAN

  1. Bibit pohon

Jeruk Siompu, yang ditanam sejak zaman dahulu di pulau Siompu sebelah barat pulau Buton, adalah tanaman yang menjadi sasaran proyek. Jeruk Siompu ini terkenal dengan rasanya yang sangat manis. Di 3 pasar yang berada di kota Baubau,dibandingkan dengan jeruk lainnya yang ukurannya sama, jeruk Siompu laku dijual dengan harga 2 kali lipat bahkan lebih.Oleh sebab itu, petani miskin yang membudidayakan ubi kayu dan jagung ini, menaruh harapan yang besar sekali pada proyek ini. "Kalau bukan jeruk Siompu, pasti kami tidak akan ikut serta". Demikian ungkap La Ode (57 tahun),ketua kelompok tani Desa Pogalampa Kecamatan Baubau, yang dulunya adalah petani jagung dan ubi kayu, dan untuk proyek kali ini telah menyiapkan lahan seluas 0,5 hektar. Dari 200 bibit pohon jeruk, setelah ditanam, ternyata hanya 3 batang saja yang jeruk Siompu, sedangkan sisanya kecil-kecil dan kecut. La Ode berkisah, "Kami diberi bibit jeruk yang bukan Siompu. Para petani tidak diberi kesempatan ikut serta dalam pengadaan bibit jeruk".

"Menurut data yang dihimpun dari para petani, dari 9880 bibit yang dibagikan, terdapat 7389 batang pohon yang menghasilkan buah. Dari pohon yang berhasil ditanam sampai menghasilkan buah tersebut, hanya 1452 yang menghasilkan jeruk Siompu, sisanya yang 5937 batang, ternyata berbuah kecil-kecil", jelas La Ode. Buah jeruk yang ditanamnya tidak laku dan sekarang perkebunan jeruknya dibiarkan begitu saja. Dikatakan juga, La Ode telah membuka lahan baru untuk bercocok tanam jagung dan ubi kayu. "Saya berharap bahwa dengan proyek jeruk ini, saya dapat meningkatkan kualitas hidup saya. Namun ternyata sia-sia saja harapan saya itu", kesah La Ode sambil menurunkan kedua bahunya.

  1. Partisipasi Penduduk

Di Desa Lapandewa Makmur kecamatan Lapandewa (dulu kecamatan Sampolawa) pun juga terdapat kasus yang sama. Di desa ini, jumlah petani yang ikut serta dalam proyek ada 148 orang dan luas lahan perkebunan untuk proyek adalah 138 hektar. Dari bibit pohon jeruk yang dibagikan, setelah ditanam, ternyata banyak yang buahnya kecil-kecil dan masam, dan ini jelas-jelas bukan jeruk Siompu. Kepala Desa Lapandewa mengatakan bahwa sebelum tahun 2000, ia pernah dipanggil Dinas Pertanian dan di sana ia diberi penjelasan tentang proyek ini. Saat itu, jenis tanaman yang akan ditanam sudah ditetapkan, yaitu jeruk Siompu. "Hingga saat ini, tidak ada partisipasi penduduk dalam pengadaan bibit jeruk. Semua mengira bahwa yang dibagikan kepada mereka adalah jenis jeruk Siompu. Akan tetapi, setelah dibudidayakan selama 3 tahun, buahnya kecil-kecil dan kami baru menyadari kalau bibit yang kami terima itu ternyata palsu", ungkapnya lagi. Pada tahun 2003, para petani sudah menyampaikan hal ini kepada Dinas Pertanian kabupaten Buton dan dikatakan bahwa bibit-bibit tersebut akan diganti. Namun hingga bulan Agustus 2007, tidak ada tanda-tanda akan ada penggantian bibit. Selain itu, ada 5 ketua kelompok petani yang dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Baubau untuk dimintai keterangan, kemudian juga desa ini didatangi polisi dari polsek. Dan pada tahun 2005, Dinas Pertanian memanggil petani dan dalam pertemuan tersebut, dijanjikan bahwa pohon jeruk kami akan diokulasikan. Namun demikian, tetap saja tidak ada perubahan.

  1. Irigasi

Desa Lapandewa awalnya memang tidak memiliki fasilitas irigasi. Penduduk menampung air hujan dan menggunakannya untuk bertani bawang, jagung dan ubi kayu. Dengan proyek bantuan fasilitas irigasi ini, penduduk sangat gembira. Namun, kegembiraan ini tidak berlangsung lama karena setelah setengah tahun dibangun, fasilitasnya rusak. Hingga saat NINDJA ke sana (bulan Agustus 2007) pun, fasilitas masih belum diperbaiki. Oleh sebab kerusakan ini, setiap hari, penduduk terpaksa harus bolak-balik perkebunan-penampung air yang terpisah sejauh 3,5 km, membawa polytank berisi 20 liter air.

Desa Busoa Kecamatan Batauga adalah desa yang tidak memiliki fasilitas irigasi dan mendapatkan bantuan pembangunan fasilitas irigasi melalui proyek ini. Akan tetapi, karena air tidak mengalir, Dinas Pertanian membangun fasilitas yang kedua. Itu pun tidak begitu bagus, sehingga petani mengajukan protes. Dinas Pertanian mengatakan bahwa akan diberikan bantuan sebesar 1.500.000,00 rupiah sebagai biaya perbaikan, tetapi usulan ini ditolak oleh penduduk. "Dari semula, memang pihak pelaksana proyek tidak transparan dalam hal anggaran", demikian cerita Bahrudin (55 tahun) yang sekarang membiarkan lahan perkebunan jeruknya terbengkalai. Dari 300 bibit pohon jeruk yang diterimanya, hanya 5 yang berjenis Siompu. Sebagai gantinya, sekarang Bahrudin membuka lahan baru dan menanam kayu jati.

Masalah yang berhubungan dengan fasilitas irigasi dan bibit seperti halnya tertulis di atas, kami temui juga ada di Desa Lawela Kecamatan Batauga. Menurut ELSAIN, yang telah bergumul dengan masalah-masalah ini bersama dengan para petani, masalah serupa terjadi hampir di semua desa.

1 komentar:

Радомир Эра mengatakan...

Jika Anda memiliki masalah keuangan, sekarang saatnya Anda tersenyum. Anda hanya perlu menghubungi Bpk. Benjamin dengan jumlah yang ingin Anda pinjam dan periode pembayaran yang sesuai untuk Anda dan Anda akan memiliki pinjaman dalam waktu kurang dari 48 jam. Saya hanya mendapat manfaat untuk keenam kalinya pinjaman 700 ribu dolar untuk jangka waktu 180 bulan dengan kemungkinan membayar sebelum tanggal kedaluwarsa. Lakukan kontak dengannya dan Anda akan melihat bahwa dia adalah orang yang sangat jujur dengan hati yang baik. Surelnya adalah lfdsloans@lemeridianfds.com dan nomor telepon WhatApp-nya adalah + 1-989-394-3740