Jambu Biji Obat HIV
Tak jelas mengapa jambu ini dinamai klutuk. Mungkin karena buahnya punya beribu biji, yang kalau dikunyah berbunyi gemerutuk.
Mungkin juga ada sebab lain yang "tak tercatat dalam sejarah". Namun, apalah arti sebuah nama. Apalagi jika jambu itu ternyata punya khasiat istimewa.
Bisa dimaklumi kalau sebagian besar Anda lebih mengenal buah jambu klutuk (Psidium guajava) sebagai makanan di waktu senggang (atau saat tak ada penganan lain yang bisa disantap).
Ada juga yang menyebutnya sebagai buah "terkutuk". Biji buah tropis yang keras dan banyak ini memang cukup mengganggu. Apalagi jika biji-biji itu masuk ke sela-sela gigi berlubang, butuh usaha ekstra untuk mengungkitnya.
Tapi siapa sangka, di balik kekerasan isinya, terdapat kemampuan menyembuhkan banyak penyakit. Tak hanya buahnya, daun dan batang klutuk pun bermanfaat. Bahkan, air seduhan daun jambu biji itu kini tengah diteliti secara intensif, karena "dicurigai" punya potensi menghambat, bahkan membunuh virus penyakit demam berdarah dan HIV.
Keluarga obat
Di Cina dan Asia Tenggara sendiri, jambu klutuk alias guajava, terutama daunnya, sudah sejak lama dikenal sebagai obat.
Mulai obat penyembuh radang usus besar, menghilangkan infeksi, penyembuh diare, disentri, sampai obat untuk menghentikan perdarahan. Bahkan di pedesaan, tumbukan daun jambu biji lazim juga digunakan sebagai obat luka karena cidera, luka karena perdarahan, serta bisul-bisul.
Jambu biji memang diketahui memiliki sejumlah zat aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat, terutama daunnya, yang banyak mengandung minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guaja vermin, dan beberapa vitamin, terutama vitamin A, B, C berikut beberapa mineral. Khusus daunnya, diperkirakan bisa mengandung hingga 9% eutenol, 3% damar, dan kalsium oksalat.
Menurut sejumlah literatur yang membahas obat-obatan tradisional, potensi obat tumbuhan jambu klutuk memang sangat lengkap. Bukan hanya daunnya yang kaya zat-zat penyembuh. Tapi juga buah, bunga, dan kulit batangnya.
Akar dan kulit batang jambu klutuk dapat digunakan sebagai decoct atau infusum, obat diare, atau gastroenteritis (radang selaput lendir lambung dan usus) terutama pada anak-anak. Selain itu, batangnya bisa juga digunakan sebagai obat sariawan. Bahkan di pedesaan, seduhan campuran daun jambu biji dengan daun sirih, kerap digunakan untuk mencuci lubang senggama agar tidak gatal-gatal karena bakteri.
Jambu biji sendiri sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia. Dia berasal dari kawasan tropis Amerika, kemudian menyebar antara lain ke Malaysia, India, Sri Lanka, Vietnam, Indonesia, dan kawasan Pasifik. Di Indonesia, tanaman ini bisa tumbuh di berbagai tempat berbeda. Mulai dataran rendah (pantai) sampai dataran tinggi berketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.
Dia juga dapat tumbuh sembarang, baik di lapangan terbuka maupun semak belukar. Banyak penduduk yang menanam tumbuhan ini sebagai tanaman pekarangan, tapi anehnya jarang yang membudidayakannya sebagai tanaman kebun. Pamornya seolah-olah masih kalah dengan keluarga jambu lainnya. Padahal, nilai ekonomis jambu klutuk tidak kalah dengan jambu air, misalnya.
Jambu klutuk lazimnya berbunga pada bulan September - Oktober, serta berbuah pada bulan Februari - Maret setiap tahunnya. Perbanyakan tanaman lebih sering dilakukan dengan mencangkok. Bukan berarti menanam langsung dari bijinya dilarang. Namun, cara terakhir ini kurang praktis, karena butuh waktu lebih lama. Buah mudanya agak keras, tapi makin masak (berwarna kuning) makin lunak pula dagingnya.
Bentuk buahnya ada yang bulat, ada pula yang lonjong. Sedangkan kulit buahnya tipis, sehingga orang jarang mengupasnya sebelum dimakan. Buah yang sudah masak bagian dalamnya berwarna merah atau kuning, berasa manis atau ada pula yang manis keasaman, karena banyak mengandung vitamin C. Jadi, kalau Anda punya kebun jambu klutuk di pekarangan, tak usah repot-repot lagi beli suplemen vitamin C.
Terakhir, sekadar informasi, puluhan pakar dari sebuah Fakultas Kedokteran di Taipei dua ta-hun terakhir ini tengah bergelut mencari dan mengembangkan senyawa aktif yang dapat menghambat perkembangan HIV. Prof. Yang Ling Ling, ketua tim peneliti tersebut menyatakan, timnya telah menemukan senyawa flavonoid dari beberapa tanaman yang dapat menghambat perkembangan HIV. Salah satunya, ya si guajava tadi. Anda masih percaya si klutuk buah terkutuk? (intisari)
Penulis: H. Unus Suriawiria, Guru Besar Bioteknologi dan Agroindustri, di Bandung
Kamis, 28 Agustus 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar