Sabtu, 20 Desember 2008

bakteri

I.MORFOLOGI BAKTERI
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung.
Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai.
Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 µm. Bakteri diklasifikasikan berdasarkan deskripsi sifat morfologi dan fisiologi. Bakteri dibagi menjadi 1 kelompok (grup), dengan Cyanobacteria pada grup 20. Pembagian ini berdasarkan bentuk, sifat gram, kebutuhan oksigen, dan apabila tidak dapat dibedakan menurut ketiganya maka dimasukkan ke dalam kelompok khusus.
Struktur Sel BakteriPada umumnya, para ahli menggolongkan struktur bakteri menjadi dinding luar, sitoplasma, dan bahan inti.
Struktur luar.
Bakteri memiliki flagel atau bulu cambuk, pili atau fimbriae, kapsula atau lapisan lendir, dinding sel dimana ada yang struktur dinding sel bakteri Gram Negatif yaitu merupakan struktur yang berlapis, sedangkan bakteri Gram Positif mempunyai satu lapis yang tebal.
Susunan dalam sel bakteri.
Dalam sel baktri terdapat membran sitoplasma, protoplasma, inti, organel-organel lain yang memiliki peran masing-masing.
Spora bakteri.
Istilah spora biasanya dipakai untuk menyebut alat perkembangbiakan pada jamur, ganggang, lumut, dan tumbuhan paku. Pada bakteri memiliki istilah yang lain, yaitu bentuk bakteri yang sedang dalam usaha melindungi diri dari pengaruh yang buruj dari luar. Spora pada bakteri lazimnya adalah endospora, karena spora terbentuk di dalam inti. Bentuk spora bermacam-macam.
Endospora ada yang lebih kecil dan ada juga yang lebih besar daripada diameter sel induknya. Sel yang mengandung spora dinamakan sporangium (kotak spora). Biasanya 1 sporangium berisi 1 spora, kadang kala berisi lebih dari 1 spora, ini disebabkan pembelahan sel yang terlambat.

Morfologi kelompok pada bakteri
Bila bakteri tumbuh di dalam medium yang tidak cair, maka terjadilah suatu kelompok yang dinamakan koloni. Bentuk koloni berbeda-beda untuk setiap spesies, dan bentuk itu merupakan ciri khas bagi suatu spesies tertentu. Pengamatan bakteri dapat kita lakukan secara individual, satu persatu, maupun secara kelompok dalam bentuk koloni, dan sifat-sifatnya dapat kita ketahui melalui koloni yang tumbuh di medium permukaannya.
Sifat umum suatu koloni
Sifat khusus suatu koloni dalam medium padat
Sifat khusus suatu koloni dalam medium cair


Enzim dan Metabolisme Bakteri
Klasifikasi enzim berlaku hanya untuk enzim-enzim tunggal, penamaan berdasarkan reaksi yang dikerjakan oleh enzim tersebut dan ditambah akhiran - ase. Menurut Comission on Enzymes of the International Union of Biochemistry terdapat enam kelas utama Enzim yaitu:
1.
Oksidoreduktase

Reaksi transfer elektron (atau pemindahan atom hidrogen)
2.
Transferase

Transfer gugusan fungsional (mencakup fosfat, amino,metil, dsb)
3.
Hidrolase

Reaksi hidrolisis (penambahan molekul air untuk memecahkan ikatan kimiawi)
4.
Liase

Penambahan ikatan ganda pada molekul dan pengusiran non hidrolitik gugusan kimia
5.
Isomerase

Reaksi Isomerasi
6.
Ligase

Pembentukan ikatan disertai pemecahan atau penambahan ATP

Keadaan yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah:
Konsentrasi enzim.
Konsentrasi substrat.
pH dan
Suhu
Setiap enzim berfungsi optimal pada pH dan temperatur tertentu. Suhu yang sangat rendah dapat menghentikan aktivitas enzim tetapi tidak menghancurkannya. Aktivitas enzim diatur melalui 2 cara yaitu
Pengendalian katalisis secara langsung dan Pengendalian genetik.
Metabolisme pada bakteri pada dasarnya seperti yang terjadi pada sel-sel organisme lain secara umum. Reaksi metabolisme terdiri atas dua proses yang berlawanan. Metabolisme pertama adalah sintesis protoplasma dan penggunaan energi disebut anabolisme. Metabolisme kedua yaitu suatu proses oksidasi substrat yang diikuti perolehan energi disebut katabolisme.
Sistem Pencernaan RuminansiaPencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yangdialami bahan makanan selama berada di dalam alat pencernaan. Prosespencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif lebih kompleksdibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. 
Perut ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen (perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati).Dalam studi fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandangsebagai organ tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsiomasum belum terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia, asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ inidilaporkan juga menghasilkan amonia dan mungkin asam lemak terbang(Frances dan Siddon, 1993).
Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi aktivitas fermentasi. Namun belum banyak informasi yangterungkap tentang peranan fermentasi pada organ tersebut, yang terletak setelahorgan penyerapan utama. Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapatterjadi secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh enzim-enzim pencernaan. 
Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu proses yangdisebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakanditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakanyang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali(proses redeglutasi).
Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzimmikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal orifice(Tilman et al. 1982). 
Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba rumen dapat dibagi dalam tiga grup utama yaitu bakteri, protozoa danfungi (Czerkawski, 1986). Kehadiran fungi di dalam rumen diakui sangatbermanfaat bagi pencernaan pakan serat, karena dia membentuk koloni padajaringan selulosa pakan. Rizoid fungi tumbuh jauh menembus dinding seltanaman sehingga pakan lebih terbuka untuk dicerna oleh enzim bakteri rumen. 
Bakteri rumen dapat diklasifikasikan berdasarkan substrat utama yang digunakan, karena sulit mengklasifikasikan berdasarkan morfologinya. Kebalikannya protozoa diklasifikasikan berdasarkan morfologinya sebab mudahdilihat berdasarkan penyebaran silianya. Beberapa jenis bakteri yang dilaporkanoleh Hungate (1966) adalah :
a)bakteri pencerna selulosa (Bakteroidessuccinogenes, Ruminococcus flavafaciens, Ruminococcus albus, Butyrifibriofibrisolvens)
b)bakteri pencerna hemiselulosa (Butyrivibrio fibrisolvens,Bakteroides ruminocola, Ruminococcus sp),
c)bakteri pencerna pati(Bakteroides ammylophilus, Streptococcus bovis, Succinnimonas amylolytica, 
d)bakteri pencerna gula (Triponema bryantii, Lactobasilus ruminus), (e) bakteri pencerna protein (Clostridium sporogenus, Bacillus licheniformis). 
Protozoa rumen diklasifikasikan menurut morfologinya yaitu: Holotrichsyang mempunyai silia hampir diseluruh tubuhnya dan mencerna karbohidrat yangfermentabel, sedangkan Oligotrichs yang mempunyai silia sekitar mulutumumnya merombak karbohidrat yang lebih sulit dicerna (Arora, 1989). 

II.ISOLASI
Isolasi Mikroba
Kulturisasi bakteri untuk keperluan yang bermanfaat, pada umumnya dilakukan dengan biakan murni. Biakan murni hanya mengandung satu jenis. Untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni, umumnya digunakan dua prosedur yaitu: metode agar cawan dengan goresan dan metode agar tuang.
Biakan adalah medium yang mengandung organisme hidup. Medium itu menye-diakan zat makanan untuk pertumbuhan bakteri. Berbagai resep ramuan untuk membuat media telah dibuat untuk memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis tertentu. Medium pilihan dan diferensial bermaafaat untuk memisahkan beberapa jenis.
Identifikasi jenis menggunakan semua sifat yang berkaitan dengan jenis. Hal ini mencakup morfologi, daya gerak, sifat biokimianya, kebutuhan akan oksigen, reaksi pewarnaan Gram, dan beberapa diantaranya sifat kekebalan.
Dalam pemeliharaan kultur terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga tidak hanya mempertahankan sel agar tetap hidup, tetapi dapat juga memperta-hankan sifat-sifat genotip dan fenotipnya.
Terdapat 3 metode dalam pemeliharaan kultur, antara lain penyimpanan kultur dengan cara pengeringan; metabolisme terbatas; dan penyimpanan kultur dengan cara liofilisasi. Metode yang sering digunakan adalah pengeringan beku.

Isolasi Bakteri Asam Laktat Pada Cairan Rumen Sapi
Isolasi bakteri asam laktat (BAL) dilakukan dari cairan rumen sapi. Selanjutnya diencerkan dengan 100 ml larutan NaCl fisiologis. Bakteri kemudian ditumbuhkan dalam media MRS (de Mann, Rogosa, Sharpe). Ke dalam media MRS agar yang telah disiapkan sebelumnya ditambahkan 60 ppm bromcresol purple (BCP) sebagai indikator pH. Sebanyak 0.1 ml sampel cairan rumen kemudian dituang ke dalam petri yang berisi 15 ml media MRS agar + BCP yang bersuhu 450C. Setelah padat, media MRS agar diinkuba-sikan pada kondisi anaerob dengan cara menambahkan 2 sachet (3600 ml H2 dan 700 ml CO2) gas geneating kit ke dalam tabung anaerob untuk selanjutnya diinku-basi dengan suhu inkubasi 370C selama 2 hari.
Adanya koloni yang tumbuh diisolasi dan selanjutnya diseleksi. Adanya BAL ditandai dengan adanya koloni bakteri yang berwarna kuning sebagai ciri dihasilkannya asam yang berperanan dalam merubah warna indikator pH BCP pada media MRS agar dari ungu menjadi kuning (Garver dan Muriana, 1993).

III.Seleksi Bakteri Asam Laktat
Metode yang digunakan adalah metode “direct antagonism” dengan “stab inoculation” menggunakan strain indikator bakteri penguji (strain yang secara philogenik dekat). Untuk tujuan skrining, uji ini dilakukan pada media padat dan meliputi deteksi penghambatan pertum-buhan yang disebabkan oleh strain produktor. Caranya adalah sebagai berikut. Sebanyak satu ose (sekitar 1 x 106 cfu) bakteri strain indikator dibiakan pada permukaan media agar darah dengan cara membuat goresan lurus sepanjang garis tengah/diameter plat. Setelah dibiakan selama 24 jam, ke atas koloni bakteri yang akan diuji disentuhkan jarum ose dan selanjutnya diletakkan di atas permukaan strain indikator yang telah digores sebelumnya dengan sedikit masuk ke dalam media (stab inocula).
Biakan kemudian diinkubasikan pada 370C selama 24 jam. Uji ini dilakukan dengan dua kali ulangan menggunakan ose yang sama. Adanya senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri ditandai dengan zona terang di sekitar stab inocula. Isolat yang menghasilkan zona hambatan terluas (diukur dalam satuan mm) dipakai sebagai bakteri penghasil substansi antimikroba pada uji lanjutan (Garver dan Muriana, 1993; Wiryawan e al., 2003).

IV.Identifikasi Bakteri Asam Laktat Penghasil Substansi Antimikroba
Bakteri asam laktat dengan diameter zona bening paling luas selanjutnya diisolasi dan diidentifikasi berdasarkan sifat koloni (besar, bentuk, warna dan permukaan koloni). Idenifikasi kemudian dilanjutkan dengan uji fisiologis dan biokimia seperti pewarnaan Gram, uji katalase, uji produksi gas, uji pertumbuh-annya pada NaCl 15%, uji pertumbuhan pada suhu 100C, dan uji pertumbuhannya pada pH 9,6 (Brashears et al., 2003 ; Widodo, 2003; Wilderdyke e al., 2004).







V.Membuat pupuk Effective Microorganisme atau EM
Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan bakteri (microorganisme). Sampah organik dengan proses EM dapat menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas tanah. Beriikut langkah-langkah pembuatan pupuk menggunakan EM :
Pembuatan bakteri penghancur (EM).
Bahan-bahan :
Susu sapi atau susu kambing murni.
Isi usus (ayam/kambing), yang dibutuhkan adalah bakteri di dalam usus.
Seperempat kilogram terasi (terbuat dari kepala/kulit udang, kepala ikan) + 1 kg Gula pasir (perasan tebu) + 1 kg bekatul + 1 buah nanas + 10 liter air bersih. 
Alat-alat yang diperlukan :
Panci, kompor dan blender/parutan untuk menghaluskan nanas.
Cara pembuatan :
Trasi, gula pasir, bekatul, nanas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain yang tidak diperlukan mati.
Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan.
Tambahkan susu, isi usus ayam atau kambing.
Ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung.
Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket.
Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang. Sedangkan kegunaan nanas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri.


VI.Cara lain dalam pembuatan pupuk EM
Prose pembuatan pupuk cair organic berlangsung secara anaerob atau secara fermentasi tanpa bantuan sinar matahari.
Bahan:
Sampah organic basah, Rajang dan padatkan ½ karung uk.25 kg
Larutan media: Cairan molase 500 ml
Air bekas cucian beras (cucian pertama 1 liter
Air kelapa yang sudah tua 1 liter
Air bersih 7 liter
Peralatan:
Ember tertutup uk. 20 ltr
Karung serat sintetis.
Tali
Cara pembuatan:
1.Masukkan sampah organic ke dalam karung dan tekan sampai padat, lalu ikat.
2.Masukkan larutan media ke dalam ember. Masukkan karung (1) ke dalam ember hingga terendam seluruhnya.
3.Berikan beban diatas karung tersebut agar tidak mengapung. Tutup rapat hingga udara tidak dapat masuk.
4.Simpan selama 7-10 hari di tempat teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung.
5.Setelah proses fermentasi selesai, angkat karung (1) dan pisahkan dari larutan media. Pupul cair organic sudah dapat digunakan:
Untuk pemupukkan daun dengan penyemprotan 100:1 (500 ml air : 5 ml pupuk cair organic).
Untuk pemupukkan akar dengan menyiramnya 500:1 (5 lt air : 10 ml pupuk cair organic).
Untuk mengurangi bau khas pupuk cair organic dapat dicampur dengan persan air jeruk citrun atau daun pandan

VII.Cara Pembiakan Bakteri
Untuk menghemat biaya, bibit bakteri EM4 yang dibeli di toko atau koperasi Saprotan dapat dikembangbiakkan sendiri, sehingga kebutuhan pupuk organik untuk luas lahan yang ada dapat dipenuhi. Adapun prosedur pembiakan bakteri EM4 adalah sebagai berikut:
Bahan dan Komposisi:
1 liter bakteri
3 kg bekatul (minimal)
kg gula merah/gula pasir/tetes tebu (pilih salah satu)
¼ kg terasi
5 liter air
Alat dan Sarana:
Ember
Pengaduk
Panci pemasak air
Botol penyimpan
Saringan (dari kain atau kawat kasa)
Cara Pembiakan:
1.Panaskan 5 liter air sampai mendidih.
2.Masukkan terasi, bekatul dan tetes tebu/gula (jika memakai gula merah harus dihancurkan dulu), lalu aduk hingga rata.
3.Setelah campuran rata, dinginkan sampai betul-betul dingin! (karena kalau tidak betul-betul dingin, adonan justru dapat membunuh bakteri yang akan dibiakkan).
4.Masukkan bakteri dan aduk sampai rata. Kemudian ditutup rapat selama 2 hari.
5.Pada hari ketiga dan selanjutnya tutup jangan terlalu rapat dan diaduk setiap hari kurang lebih 10 menit.
6.Setelah 3-4 hari bakteri sudah dapat diambil dengan disaring, kemudian disimpan dalam botol yang terbuka atau ditutup jangan terlalu rapat (agar bakteri tetap mendapatkan oksigend ari udara).
7.Selanjutnya, botol-botol bakteri tersebut siap digunakan untuk membuat kompos, pupuk cair maupun pupuk hijau.
8.Catatan: Ampas hasil saringan dapat untuk membiakkan lagi dengan menyiapkan air kurang lebih 1 liter dan menambahkan air matang dingin dan gula saja.

Daftar Pustaka
Purwendo Setyo, Nurhidayat, 2008. mengolah sampah untuk pupuk & pestisida organic. Get a free blog at WordPress.com. Theme: ChaoticSoul by Bryan Veloso, dalam blog Ayo Mudik Membangun Desa
I Wayan Suardana, I Nyoman Suarsana, I Nengah Sujaya2 dan Komang Gede Wiryawan, 2007. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Cairan Rumen Sapi Bali sebagai Kandidat Biopreservatif . Jurnal Veteriner Desember Jurnal Veteriner (Veterinary Journal) - Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

Komang G. Wiryawan, Anita S. Tjakradidjaja, Rarah Ratih A.M dan Eliyana D. Janingrum, 2005. Isolasi Bakteri Asam Laktat Penghasil Antimikroba. Jurnal Veteriner (Veterinary Journal) - Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

permodalan

KREDIT MODAL KERJA

Kredit Modal Kerja (KMK) adalah fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 tahun.
KMK - Revolving
Kredit Modal Kerja (KMK) adalah fasilitas kredit modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka waktu maksimal 1 tahun namun dapat diperpanjang.
KMK Aflopend
Adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha.
KMK Kontraktor
Adalah kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja khusus bagi usaha jasa kontraktor yang habis dalam satu siklus usaha.
Ketentuan :
Mempunyai usaha yang layak dibiayai. .
Mempunyai izin-izin usaha, misalnya SIUP, TDP, dll
Maksimum jangka waktu kredit 1 tahun.
Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitur menyerahkan agunan tambahan jika menurut penilaian Bank diperlukan.
Bunga :
Suku bunga kredit 19% *)
Manfaat :
Penarikan dilakukan setiap saat.
Bagian yg belum ditarik tidak dikenakan bunga.
Pelunasan pada saat jatuh tempo kredit.
Aktivitas keuangan disalurkan melalui rekening pinjaman.
Tujuan pembiayaan untuk modal kerja yang mempunyai pola fluktuasi/turnover tinggi.

Aplikasi
Wilayah DKI Jakarta Dapat diajukan di City Business Center (CBC);
1.CBC Wilayah III Jakarta Kota, Jl. Lapangan Stasiun No. 2, Jakarta Barat.
2.CBC Wilayah IV Jakarta Thamrin, Jl. M.H. Thamrin No. 5, Jakarta Pusat.
3.CBC Wilayah V Jakarta Sudirman, Jl. Jend. Sudirman Kav 54-55, Jakarta Selatan.
Luar Wilayah DKI Jakarta Dapat diajukan di setiap cabang-cabang atau Hub Bank Mandiri diseluruh Indonesia.
Atau Hubungi Hot-line kami di, PT Bank Mandiri (Persero) - Commercial Banking Group Plaza Mandiri Lt. 24 Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 36-38 Jakarta 12190
Telp. (021) 5245026 - 5245168, Fax. (021) 5263632
*) Suku bunga dapat berubah sewaktu-waktu

pasteurisasi

ACARA I
PASTEURISASI



I. ACARA : Pembuatan Rumah / Tombong u.k. 4 x 6 m Untuk Rumah Jamur Merang

II. MAKSUD / TUJUAN :
1.Mengetahui cara pembuatan tombong jamur merang
2.Mengetahui proses pasteurisasi

III. WAKTU : Nopember 2008

IV. TEMPAT : Lahan Praktek STPP Yogyakarta

V. DASAR TEORI
PASTEURISASI
1.Pasteurisasi adalah perlakuan panas yang diberikan pada bahan baku dengan suhu di bawah titik didih.
2.Teknik ini digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang tidak bahan suhu tinggi, misalnya susu.
3.Pasteurisasi tidak mematikan semua mikroorganisme, tetapi hanya yang bersifat patogen dan tidak membentuk spora.
4.Proses ini sering diikuti dengan teknik lain misalnya pendinginan atau pemberian gula dengan konsentrasi tinggi.

TUJUAN
1.Untuk membunuh bakteri patogen, yaitu bakteri yang berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Bakteri pada susu yang bersifat patogen misalnya Mycobacterium tuberculosis dan Coxiella bunetti dan mengurangi populasi bakteri.
2.Untuk memperpanjang daya simpan bahan atau produk
3.Dapat menimbulkan citarasa yang lebih baik pada produk
4.Pada susu proses ini dapat menginaktifkan enzim fosfatase dan katalase yaitu enzim yang membuat susu cepat rusak.

METODE PASTEURISASI
1.Pasteurisasi dengan suhu tinggi dan waktu singkat (High Temperature Short Time/HTST), yaitu proses pemanasan susu selama 15 – 16 detik pada suhu 71,7 – 75ºC dengan alat Plate Heat Exchanger.
2.Pasteurisasi dengan suhu rendah dan waktu lama (Low Temperature Long Time/LTLT) yakni proses pemanasan susu pada suhu 61ºC selama 30 menit.
3.Pasteurisasi dengan suhu sangat tinggi (Ultra High Temperature) yaitu memnaskan susu pada suhu 131ºC selama 0,5 detik

PLATE HEAT EXCHANGER


VI. BAHAN
1. Bambu
2. Paku
3. Kawat
4. Terpal plastik
5. Plastik transparan
6. Isolotip
7. Drum
8. Pipa besi
9. Tungku
10. Kayu bakar

VII. ALAT
1.Gergaji
2.Parang
3.Palu
4.Tang / catut
5.Linggis
6.Meteran
7.Tatak / pengot

VIII. CARA KERJA
1.Drum bagian atas dilubangi dan dilas dengan paralon besi
2.Buat bangunan rumah dari bambu dengan ukuran 4 m x 6 m
a. Pembuatan Kumbung
Penentuan Lokasi :
1.    Sumber jerami
2.    Sumber air
3.    Jalan

Gambar 1. Sketsa Kumbung Jamur Merang





Gambar 2. Peralatan Pasteurilisasi

b. Persyaratan Kumbung :
1. Dinding dalam dan atas menggunakan plastik polyetilen
2. Dinding luar menggunakan sterofoam
3. Kumbung lebih baik ditempat
3.Tutup setengah bagian atap bangunan dengan terpal plastik
4.Buat rak dipan tingkat dua (2) sebanyak 2 unit ukuran lebar 60 cm, panjang 3 m, tinggi 2,5 m
5.Tutup setengah bagian atas bangunan dengan plastik transparan
6.Tutuk rapat setengah bagian dinding bangunan dengan pastik transparan
7.Tutup rapat dengan menggunakan isolotip bagian-bagian sambungan penutup plastik transparan
8.Buat pintu pada bagian ruangan yang tertutup plastic transparan
9.Buat tungku pembakaran pada bangunan yang atasnya tertutup terpal, usahakan agak jauh dari dinding bangunan sebelahnya
10.Tempatkan drum diatas tungku dan buat lubang pada dinding bangunan sebelahnya dan masukkan pipa pemanas ke dalamnya, usahakan berada di bawah rak dipan media
11.Tutup rapat pada lubang pipa pemanas dan lilitkan kain basah pada pipa
12.Isi drum dengan air sampai 2/3 nya
13.Pasang kayu bakar dan nyalakan
14.Lakukan pemanasan / pembakaran ini selama ± 10 jam dihitung dari mulai air mendidih
IX. HASIL PENGAMATAN
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lapangan maka diperoleh hasil bahwa bangunan rumah lambat jadi / berdiri / siap digunakan karena :
1. Kurang siapnya bahan – bahan untuk mendirikan bangunan
2. Waktunya sempit
3. Kondisi tidak memungkinkan karena hujan
4. Kurangnya kerjasama dan disiplin kerja
15.Pipa pemanas tidak memenuhi standar / kurang besar / tidak sesuai untuk ruangan ini
16.Tidak adanya thermometer untuk mengukur suhu ruangan yang dibutuhkan

X. ANALISIS HASIL
1. Bangunan cukup memadai untuk penanaman jamur merang
2. Proses pasteurisasi dapat dikatakan kurang memuaskan

XI. PEMBAHASAN
Beradasarkan hasil pengamatan dan analisis hasil dapat dijelaskan bahwa :
1.Hendaknya bahan-bahan dapat disiapkan terlebih dahulu dan direncanakan sebelumnya sehingga pembangunan ini dapat cepat selesai
2.Perlu adanya tambahan waktu dalam pembuatan bangunan ini
3.Kurang trampilnya mahasiswa dalam membuat bangunan ini
4.Pipa pemanasan hendaknya diusahakan yang lebih besar sehingga lebih efektif dan efisien
5.Bentuk / model drum pemanas kurang pas, sehingga uap panas yang dihasilkan / dialirkan ke ruang steril tidak memuaskan
6.Suhu ruangan tidak dapat diukur dengan pasti



XII. KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
1.Bahan dan alat yang kurang siap, sangat berpengaruh dalam proses pembuatan bangunan
2.Ketrampilan, kerjasama dan disiplin kerja yang kurang, sangat berpengaruh dalam keberhasilan melaksanakan kegiatan
3.Desain drum serta pipa pemanas yang kurang pas, sangat berpengaruh terhadap uap panas yang dihasilkan / di keluarkan masuk kedalam ruang sterili
4.Tidak adanya thermometer, maka suhu ruangan tidak dapat diukur sesuai dengan kebutuhan























DAFTAR PUSTAKA

Hidayat Nur. 2007. Blanching, Pasteurisasi dan Sterilisasi. Pengantar Teknologi Pertanian. Minggu 7. Ptp2007.wordpress.com

kelangkaan pupuk

A.Pendahuluan

Dalam rangka pendalaman matakuliah Masalah Khusus, perlu dilaksanakan praktek lapang. Praktek lapang ini akan menjadikan wahana peningkatan pemahaman, persepsi dan sikap mahasiswa dalam mendalami tentang penyaluran informasi dan permasalahan yang ada di bidang pertanian khususnya yang terdapat di wilayah Yogyakarta
Dalam proses analisis masalah adalah, untuk memahami seluruh informasi yang terdapat dalam suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilaksanakan dan faktor-faktor internal dan eksternal dari suatu permasalahan kemudian memecahkan masalah yang sedang terjadi. Kasus atau masalah yang sedang terjadi kemudian di jelaskan secara detail dengan menggunakan diagram bagaimana (pohon masalah) yang bertujuan untuk menggali sebab-sebab terjadinya suatu masalah
Lokasi praktek dipilih atas pertimbangan bahwa lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga yang berhubungan dalam permasalahan Kelangkaan Pupuk. Tentunya kelangkaan pupuk kimia ini tidak lepas dari faktor internal dan eksternal. Untuk itu menjadi harapan mahasiswa dapat memperoleh informasi yang jelas tentang kelangkaan pupuk kimia ini.
Prosedur dalam penelusuran informasi yang akan dilaksanakan dalam kegitan praktek lapang tersebut adalah mencari informasi kepada sumber mengapa permasalahan itu terjadi? dan bagaimana pemecahannya
Setelah melakukan kunjungan kelapangan, diharapkan mahasiswa dapat membandingkan dengan teori yang di peroleh di kelas, juga mengetahui kelebihan dan kekurangan, peluang dan biaya dari masing-masing alternatip pemecahan masalah sehingga dapat memudahkan proses pemilihan pemecahan yang lebih obyektif.


B.Tujuan
Mahasiswa dapat menelusuri informasi Kelangkaan Pupuk yang terdapat di dilapangan

C.Peserta
Praktek lapang ini dilaksanakan bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta sebanyak 6 orang terdiri dari 6 orang mahasiswa.

D.Pelaksanaan
Praktek kunjungan lapang terselenggarakan pada :
Hari, tanggal :
Pukul :
Tempat : BPP Seyegan dan P.T NASA

















E.HASI PENGAMATAN
Dari wawancara yabg telah dilakukan pada waktu kegiatan kunjungan lapang maka diperoleh keterangan sebagai berikut :
1.Distribusi Dari Pabrik Pupuk Ke Petani.
Dibawah ini adalah gambar dari jalur pendistribusian pupuk kimia dari produsen atau pabrik pupuk ke konsumen ( petani )















Dalam jalur distribusi inilah terdapat banyak penyimpangan, sehingga pupuk di pasaran pada saat petani akan memupuk tanaman terutama tanaman padi menjadi langka atau tidak tersedia. Kalaupun ada harga dari pupuk tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah di tetapkan oleh pemerintah


2.Kendala – Kendala Baik Eksternal Maupun Internal Tentang Kelangkaan Pupuk.
Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini. Dua faktor di antaranya adalah:
a)Turunnya produksi pupuk akibat kelangkaan pasokan gas (faktor internal)
b)Terjadinya penyimpangan distribusi akibat adanya disparitas harga pupuk urea (faktor eksternal)
c)Keterbatasan dana petani dalam pembelian pupuk kimia.
3.System Pendataan Yang Kurang Akurat
Sistem dari pendataan yang terdapat di masyarakat petani atau dalam penyusunan RDKK ( Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok ) masih lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa masih kurang sosialisasi dari pemerintah dalam menerima system pendistribusian langsung lewat kelompok tani. Sehingga membuat jalanya proses pendistribusian pupuk kepada kelompok sedikit terhambat.

4.Kebijakan Yang Diambil Dalam Mengatasi Permasalahan
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh dalam mengatasi pesoalan ini. Terutma kebijakan yang menyangkut penyediaan bahan baku dari pupuk. Pasokan gas yang menjadi bahan baku dalam pembuatan pupuk urea dibatasi oleh pemerintah dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan gas tersebut untuk ekspor.
Peningkatan subsidi di bidang pertanian, Indonesia adalah Negara agraris yang mata pencaharian sebagian penduduknya adalah petani tetapi alangkah ironis sekali apabila subsidi dalam sector pertanian hanya ± 20 % saja.




F.Pembahasan
1.Distribusi
Pupuk bersubsidi digunakan untuk keperluan Intensifikasi dan Non Intensifikasi. Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari dalam negeri dari Lini I maupun impor dari Lini II sampai dengan Lini IV, menjadi tanggung jawab PT Pusri. Dalam hal penyaluran pupuk  dari Lini III ke Lini IV, dilakukan oleh KUD penyalur. pengadaan dan penyaluran pupuk Urea, SP-36/TSP dan ZA dari Lini I sampai dengan IV untuk Sub Sektor Tanaman Pangan dilaksanakan oleh PT Pusri. KUD penyalur ditunjuk oleh PT Pusri, sedangkan KUD pengecer dan pengecer ditunjuk oleh KUD penyalur dengan persetujuan PT Pusri.  Akan tetapi dikarenakan KUD-KUD banyak yang tidak berfungsi maka penyaluran pupuk dari lini III dan IV yang seyogyanya KUD dilimpahkan kepada pihak swasta.
PT Pusri sebagai pelaksana dan penanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai IV. Produsen pupuk wajib mencantumkan tulisan "Bersubsidi" pada sisi depan kantong pupuk. Penyaluran pupuk urea untuk tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh unit niaga PT Pusri, produsen, distributor dan pengecer. SK ini juga memuat tentang persyaratan sebagai distributor.

2.Kendala – kendala yang di hadapi
Terkait masalah pertama, yaitu kelangkaan pupuk akibat kelangkaan pasokan gas pada industri pupuk, hal ini sangatlah ironis. Pasalnya, gas yang merupakan bahan baku utama pupuk urea, sesungguhnya tersedia dalam jumlah yang sangat melimbah di bumi Indonesia. Bahkan Indonesia termasuk negara produsen gas terbesar di dunia. Namun nyatanya hal ini memang terjadi.
Pada tahun 1970-an, Indonesia memiliki pabrik pupuk PT. Asean Aceh Fertilizer (AAF) di Aceh. Pabrik pupuk tersebut merupakan salah satu kebanggan bangsa Indonesia, yang menjadi “simbol kemandirian” pertanian Indonesia. Namun apa dikata, pada tahun 2000, pabrik pupuk ini terpaksa dilikuidasi karena tidak mendapatkan pasokan gas, setelah PT. Exxon Mobil Oil –perusahaan minyak dari AS– tidak lagi mau menyupli gas. Nasib yang sama juga menimpa PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) II. Selama satu tahun, pabrik pupuk ini tidak beroperasi. Baru mulai beroperasi kembali sekitar pertengah April 2006, setelah mendapatkan pasokan gas dari Exxon Mobil Oil, itu pun hanya sampai Oktober 2006 saja. Sedangkan untuk PIM I, sampai Oktober 2006 tidak mendapat kontrak mengenai pasokan gas, sehingga pabrik tersebut tidak beroperasi.
Pasokan gas ke PT. Pupuk Kujang 1B juga belum ada kepastian. Pabrik Kujang 1B yang baru saja diresmikan Presiden SBY, pada April 2006, ternyata hanya memiliki kontrak pasokan gas selama tiga tahun, yakni 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2006.
Semua ini terjadi bukan karena jumlah produksi gas tidak mencukupi kebutuhan; melainkan, produksi gas yang ada lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kontrak pembelian dari luar negeri, terutama Jepang dan Korea. Alasannya karena harga gas di luar negeri jauh lebih tinggi dibanding dalam negeri.
Di luar negeri harga gas mencapai US$ 9,15 per mmBtu, sedangkan harga gas untuk pabrik pupuk hanya sekitar US$ 2-3,2 per mmBtu. Parahnya lagi, sikap demikian ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan swasta seperti PT. Exxon Mobil Oil, tetapi juga dilakukan oleh Pertamina, yang notabene merupakan perusahaan milik negara. Akibatnya kepentingan dalam negeri justru terabaikan, hanya untuk mengejar keuntungan yang belum tentu secara efektif masuk ke kas negara.
Ini semua terjadi akibat pengelolaan sektor pertambangan, termasuk gas, yang didasarkan pada prinsip liberal-kapitalistik. Dengan prinsip ini, pemerintah memposisikan diri seolah sebagai penjual, sementara rakyat diposisikan sebegai pembeli. Pemerintah juga memposisikan diri seolah sebagai pemilik tambang, yang punya otoritas untuk memberikan hak penguasaan tambang kepada swasta, baik dalam negeri maupun asing. Dengan prinsip seperti ini, kepentingan dan hak-hak rakyat untuk mendapatkan manfaat dari hasil tambang sudah pasti akan terabaikan.
Adapun masalah kedua, yaitu kelangkaan pupuk akibat disparitas harga, hal ini terjadi karena di Indonesia diberlakukan dua harga pupuk, yaitu pupuk subsidi untuk petani dan pupuk non subsidi untuk perusahaan perkebunan dan industri. Saat ini pemerintah menetapkan HET (harga eceran tertinggi) untuk pupuk urea bersubsidi sebesar Rp. 1200/kg. Sedangkan harga pupuk non subsidi berkisar antara Rp. 1600 – Rp. 2000 per kilogram. Disparitas harga ini mendorong oknum-oknum distributor dan pedagang pupuk yang ingin meraup keuntungan sepihak melakukan kecurangan dengan menjual pupuk subsidi ke perusahaan perkebunan dan industri. Akibatnya petani kecil justru tidak kebagian pupuk bersubsidi.
Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya disparitas harga pupuk antara di dalam negeri dan di luar negeri. Saat ini harga pupuk di luar negeri mencapai US$ 500/ton, atau sekitar Rp. 5500/kg. Peluang ini dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menyelundupkan pupuk ke luar negeri.
Dalam pandangan Islam, kebijakan menjual pupuk dengan dua harga, yaitu harga subsidi dan non subsidi, tidak seharusnya dilakukan. Negara justru wajib mengupayakan ketersediaan pupuk dengan harga yang murah. Sebab, pupuk merupakan kebutuhan vital yang diperlukan untuk menunjang sektor pertanian. Di mana pertanian merupakan sektor yang menentukan ketersediaan pangan dan sandang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Jika harga pupuk murah, harga pangan dan sandang pun diharapkan bisa menjadi murah. Dengan cara ini, negara bisa menyediakan kebutuhan pangan dan sandang bagi rakyatnya dengan harga yang murah.
Selain itu, gas yang merupakan bahan baku pupuk urea, merupakan produk tambang yang tidak boleh dikomersialkan oleh negara. Sebab, gas termasuk milik umum yang wajib dikelola negara dan dikembalikan hasil dan manfaatnya kepada rakyat. Jadi, jika pabrik pupuk bisa memperoleh gas dengan harga murah atau bahkan gratis, tentu tidak layak ada pupuk yang dijual dengan harga lebih mahal (non subsidi). Dengan cara inilah, masalah disparitas harga pupuk di dalam negeri dapat diatasi, sehingga kelangkaan pupuk akibat disparitas harga dapat dicegah.
Adapun adanya disparitas harga dengan pasar pupuk di luar negeri, yang berpeluang menyebabkan terjadinya penyelundupan, maka hal ini bisa diatasi dengan pengawasan yang ketat oleh negara. Ini hanya masalah teknis, yang tidak sulit untuk diatasi jika negara benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik.

3.System Pendataan Yang Kurang Akurat
Terjadinya kelangkaan pupuk saat datangnya musim tanam pertama (periode Oktober-Maret) disebabkan pelaksanaan distribusi sistem tertutup dengan mekanisme rencana definitif kelompok kerja tani (RDKK) belum sepenuhnya berjalan efektif. Selain bersifat percobaan, penerapan sistem RDKK belum tersosialisasi secara merata di tingkat petani Sistem RDKK semestinya dilakukan mulai 1 Januari 2009. Tetapi hal tersebut seperti dipaksakan. Dalam permasalahan tersebut dapat dilihat adanya unsur pemaksaan dari pihak produsen agar kelihatan pola distribusi sudah optimal. Di sisi lain, tidak ada political will dari pemerintah. Disamping itu perlu ada koordinasi antarelemen penyedia pupuk, sehingga data yang dihasilkan lebih akurat.

4.Kebijakan Yang Diambil Pemerintah
Guna membantu petani, tahun ini pemerintah menyediakan subsidi Rp 14,7 triliun agar harga pupuk tidak terlalu mahal, disesuaikan dengan kemampuan petani. Untuk itu, setiap tahun pemerintah menetapkan jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan kepada petani dengan harga khusus tersebut. Pabrik pupuk menyalurkan pupuk urea dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah, sementara selisih biaya produksi dengan harga jual dibayar pemerintah kepada pabrik pupuk dalam bentuk subsidi.
Namun, karena terbatasnya dana pemerintah, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan kepada petani jumlahnya terbatas, belum mencukupi kebutuhan petani. Sebagai gambaran, berdasarkan survei yang dilakukan Dinas Pertanian di seluruh Indonesia, kebutuhan petani terhadap pupuk bersubsidi sebanyak 5,8 juta ton, namun yang disediakan pemerintah hanya 4,3 juta ton.
Berbagai alasan dikemukakan untuk membatasi jumlah pupuk bersubsidi tersebut, seperti petani terlalu boros menggunakan pupuk urea, dana kurang, dan sebagainya. Tetapi, faktanya terjadi kelangkaan pupuk setiap tahun. Tentu saja pabrik pupuk yang ada tidak bisa semena-mena mengucurkan produksinya untuk menutupi kekurangan pasokan pupuk bersubsidi, karena mereka akan rugi.

G.Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang ada dilapangan tentang Kelangkaan pupuk dapat disimpulkan bahwa:
1.Jalur pendistribusian pupuk yang ada sekarang sebenarnya sudah baik, akan tetapi terdapat oknum yang menyelewengkan dari pihak yang terdapat di lapangan.
2.Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini. Dua faktor di antaranya adalah
a.Turunnya produksi pupuk akibat kelangkaan pasokan gas (faktor internal)
b.Terjadinya penyimpangan distribusi akibat adanya disparitas harga pupuk urea (faktor eksternal)

3.Produksi pupuk di pabrik tidak cukup dengan kebutuhan petani di indonesia
4.Keterbatasan dana petani dalam pembelian pupuk kimia.

Selasa, 02 September 2008

Melon
(Melon (Ingg.), Cucumis melo (Latin)
Asal dan Distribusi:
• Tanaman melon ( Cucumis melo L ) termasuk kedalam famili Cucurbitaceae, genus Cucumis. Tanaman ini belum diketahui dengan pasti darimana asalnya namun berdasarkan penyebaran jenis liarnya, mungkin afrika merupakan daerah asal-usulnya.
• Di kawasan Asia tanaman ini merupakan tanaman yang masih baru, namun demikian sekarang sudah menyebar ke beberapa negara seperti Cina, India, Persia dan Rusia Selatan.
• Buah melon dipanen setelah matang benar, yang diperkirakan sesudah 3-4 bulan sejak tanam, daging buah melon mengandung 92,1 % air, 0,50 % protein, 0,3 % lemak, 6,2 % karbohidrat.
Syarat Tumbuh
• Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik, tanaman ini memerlukan sinar matahari penuh, sehingga tidak cocok ditanam didaerah lembab dan ternaung. Di daerah beriklim lembab selain banyak penyakit juga perkembangan buahnya kurang baik, tanaman ini tumbuh baik pada tanah berlempung, dengan pH sekitar netral.
• Pemangkasan ujung tanaman tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah buah yang dihasilkan. Tanaman ini dapat tumbuh pada ketinggian 300 – 400 m dpl, suhu yang diperlukan sekitar 25-35 0C, suhu tinggi mutlak diperlukan pada saat pematangan buah.
• Melon merupakan tanaman semusim tumbuh merambat dengan daun lebar berukuran 10-20 cm yang muncul pada batang yang sekaligus sebagai pelindung bunga atau buah, bunganya hermafrodit, mampu menghasilkan 1-6 buah melon /tanaman. Buah ini matang setelah 6 minggu sesudah mekar.
• Melon yang dibudidayakan dikelompokkan dalam 2 tipe utama yaitu Netted melon dan Winter melon. Netted melon punya buah dengan permukaan luar yang kasar, membentuk garis-garis seperti jala, sedangkan tipe Winter melon mempunyai buah dengan permukaan yang halus, tidak membentuk garis-garis seperti jala.
Penyerbukan dan Pembentukan Buah
• Tanaman bersifat polimorfik, spesiesnya ada yang berbunga jantan, berbunga betina dan berbunga hermafrodit (sempurna). Walaupun tanaman ini menghasilkan bunga sempurna dengan putik dan benang sari , penyerbukan sendiri (self pollination) tidak dapat terjadi. Penyerbukan buah harus melalui penyerbukan silang antara bunga jantan dan bunga sempurna dari tanaman yang sama atau antar tanaman.
• Bunga sempurna akan muncul jika batang utama telah mencapai panjang 60 cm dan terbentuk ruas I dan II dari cabang primer. Bunga jantan juga terus menerus terbentuk sehingga didapatkan perbandingan antara bunga jantan dan bunga sempurna sekitar 10 : 1. Dari beberapa bunga sempurna hanga sebagian kecil saja yang menjadibuah dan berkembang menjadi buah yang dapat dipanen.
• Sehubungan dengan penyerbukan ada faktor internal yang mengatur keberhasilan pembentukan buah. Hal ini menyebabkan adanya pergiliran atau pergantian dalan pemasakan buah.
Manggis
(Mangosteen (Ingg.), Garcinia mangostana L. (Latin))
Asal dari kepulauan Malaya termasuk keluarga Guttiferae. Beberapa species membentuk buah yang dapat dimakan, tetapi tidak seenak buah manggis. Kecuali buah, bagian tanaman lain juga sangat bermanfaat seperti misalnya kulit buah, kulit kayu, akar dan lain bagian yang dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti diare, obat cacing, tumor pada rongga mulut. Kulit buah manggis juga merupakan komoditas ekspor dari Singapura ke Cina.
Deskripsi
• Tinggi tanaman 10-25 m. Mahkota bunga ada yang bulat, ada yang seperti piramid kompak meruncing keatas. Tanaman ini sukar dikembangkan, terutama karena pertumbuhannya yang sangat lambat dan memerlukan beberapa tahun agar sistem perakaran dapat benar-benar efektif.
Syarat Tumbuh
• Tumbuh baik di daerah yang suhunya tinggi, lembab, curah hujan tinggi merata sepanjang tahun. Tidak tahan pada angin laut. Suhu optimum untuk pertumbuhannya berkisar antara 220-230C. Tanaman muda membutuhkan naungan yang rimbun baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dengan curah hujan 1500-2500 mm/tahun. Manggis ini sangat baik tumbuh pada tanah yang kaya akan bahan organik dengan aerasi yang cukup baik. Umumnya tumbuh di dataran rendah terutama di pulau Jawa terdapat di selatan Jawa Barat, bagian utara Jawa Barat sekitar Serang, Tangerang, Cibinong, Purwakarta dan Subang, bagian selatan DKI Jakarta, Jawa Tengah sekitar Bumiayu, Kebumen, sebelah selatan Batang, Kendal dan Ungaran. Di Jawa Timur manggis dapat dikembangkan di daerah basah sekitar G. Semeru ke barat sampai lereng G. Kawi dan ke timur sampai lereng G. Lamongan, sekitar Pacitan-Blitar dan lereng selatan G. Raung
Perbanyakan
 Perbanyakan dengan biji Manggis dapat diperbanyak dengan biji tapi bukan merupakan perbanyakan secara generatif, karena biji manggis terbentuk secara apomiktis. Biji mempunyai viabilitas yang rendah dan cepat mengalami kemunduran. Biji harus segera dikecambahkan segera setelah diambil (dikeluarkan) dari buah. Apabila tetap berada dalam buah, biji manggis tetap bertahan viabilitasnya selama 3-5 minggu. Makin besar bijinya makin baik pertumbuhan tunasnya.
 Perbanyakan secara vegetatif Perbanyakan tanaman manggis secara vegetatif dapat berupa setek, cangkok,penempelan, penyambungan dan penyusuan. Cara yang paling berhasil dilakukan dengan cara penyambungan, yaitu sambung pucuk. Cara ini lebih hemat dalam menggunakan cabang entris (batang atas). Sebagai entris digunakan tunas ujung yang masih muda daunnya tetapi telah cukup keras. Sebagai batang bawah digunakan bibit semai yang sudah berumur 2 tahun atau yang diameter batangnya kurang lebih 0,5 cm, mempunyai kulit batang berwarna hijau. Metode penyambungan celah lebih banyak berhasil daripada metode sisi.
Pembibitan
 Pembibitan perlu dipilih lokasi yang cocok, yaitu teduh dan tidak jauh dari sumber air. Tanah untuk pesemaian diolah cukup dalam, dan dibuat bedengan selebar 1,2 m, tinggi bedengan kira-kira 30 cm. Diantara bedengan dibuat selokan pembuangan air. Tanah diberi pupuk kandang sebanyak 10 kg/m3 apabila biji akan disemai dalam kantong plastik maka media yang baik adalah campuran tanah kebun, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan bagian 1:1:1. Apabila biji disemaikan dalam bedengan, maka biji ditanam pada jarak tanam 40 cm x 30 cm , sedalam 0,5 - 1,0 cm. Pesemaian yang menggunakan kantong plastik, cukup menanam 1 biji dalam 1 kantong plastik. Mulai umur 1 bulan, bibit perlu mendapat pupuk. Setiap bibit diberi 2-3 gram campuran urea dan TSP. Pemberian pupuk diulang sebulan sekali.
Pemeliharaan Tanaman
 Untuk pertumbuhan vegetatif yang baik, satu bulan setelah tanam diberi 100-200 g urea/pohon. Pemberian diulang setiap 6 bulan sekali ditambah 20-30 kg pupuk kandang. Untuk membantu mempertahankan kesehatan tanaman apabila berbuah nanti, maka untuk bibit sambungan mulai umur 4 tahun diberi pupuk NPK, sebanyak 0,5 kg/pohon. Pemberian pupuk NPK juga diulangi setiap 6 bulan sekali, setelah pohon dewasa perlu diberikan pupuk lebih banyak (3,5kg/pohon).
Panen
 Saat panen yang baik apabila kira-kira 25% dari permukaan kulit buah sudah berwarna ungu. Pemetikan buah dilakukan dengan mengikutsertakan tangkai buah, supaya dapat bertahan lebih lama.
 Buah yang baik kemudian dikelompokkan atas dasar ukuran buah yaitu :
o Mutu super yaitu diameter buah 6,5 cm
o Mutu I yaitu diameter buah 5,5-6,5 cm
o Mutu II yaitu diameter buah 5,5 cm
 Untuk perdagangan internasional, mutu buah ditentukan oleh beratnya. Pasar Malaysia dan Hongkong menghendaki berat minimum buah 65 gr sedangkan pasaran Jepang minimum 80 gr. Buah manggis yang dipetik dengan mengikutsertakan tangkainya, pada suhu kamar, buah yang sehat dapat tetap baik sampai 2-3 minggu setelah panen. Penyimpanan pada suhu 4-60C dapat mempertahankan kualitas buah sampai 49 hari. Pada suhu penyimpanan 9-120C, buah dapat bertahan 33 hari.
Mangga
(Mango (Ingg.), Mangifera indica L. (Latin))
Deskripsi
• Tanaman mangga tumbuh dan berproduksi optimal pada daerah dengan ketinggian 0-500 m dpl dengan suhu harian 26 o - 28 o C. Apabila suhu udara di atas 42 o C akan merusak tanaman. Curah hujan optimal 1000-2500 mm per tahun. Pembungaan pada tanaman mangga memerlukan musim kemarau yang jelas, bulan kering 4- 6 bulan (curah hujan per bulan kurang dari 60 mm), dengan jumlah bulan basah kurang dari 7 bulan (curah hujan per bulan lebih dari 100 mm), musim hujan di luar musim berbunga. Daerah ini termasuk tipe C, D, dan E menurut klasifikasi Schmid dan Ferguson.
• Dari potensi produksi 120 kg/pohon, tanaman mangga di Indonesia hanya menghasilkan 40 kg/pohon. Produktivitas per tahun beberapa mangga unggul antara lain mangga Golek-31 sebesar 52,3 kg/pohon, mangga Manalagi-69 sebesar 36,5 kg/pohon dan mangga Arumanis-143 sebesar 54,7 kg/pohon.
• Musim panen mangga berlangsung dari bulan Agustus sampai Desember. Musim panen mangga terjadi seragam di Jawa dan Bali. Pada bulan November terjadi panen raya mangga. Harga buah mangga cenderung menurun setelah panen raya. Hal ini disebabkan preferensi konsumen beralih ke jenis buah-buahan yang lain. Harga mangga akan menaik lagi menjelang panen bersamaan menaiknya preferensi konsumen. Pembungaan di luar musim menjadi kurang ekonomis bila belum didapatkan pemasaran yang memerlukan suplai kontinyu.
• Untuk menghasilkan buah mangga yang berproduksi tinggi dengan kualitas yang baik serta pelaksanaan penanganan pasca panen dan pemasarannya dilakukan hal-hal sebagi berikut :
Budidaya
• Bibit yang digunakan adalah bibit yang sehat dengan tinggi sekitar 50 cm (berusia 6-8 bulan). Bibit ditanam pada lubang tanam berukuran 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam 5 m x 5 m. Setelah tanaman mencapai tinggi 1 m batang utama dipangkas dengan menyisakan tanaman setinggi 80 cm dari permukaan tanah. Tunas yang muncul dipelihara 3-4 buah yang baik (sudut 90 – 120 o) untuk menghasilkan cabang primer. Pemangkasan kedua dilakukan 3-6 bulan setelah pemangkasan pertama/tinggi tunas mencapai 1 m seperti pemangkasan kedua untuk menghasilkan cabang sekunder. Begitu selanjutnya hingga pemangkasan ketiga untuk menghasilkan cabang tersier sehingga diperoleh pola percabangan 1-3-9-27. Produksi buah mangga dimulai dari percabangan tersier.
• Pembungaan di luar musim bisa dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh seperti KNO3, CEPA, dan Paklobutrazol. Namun seringkali pembungaan di luar musim ini menghasilkan buah dengan mutu rendah.
• Buah yang terbentuk, setelah berumur 30 – 40 hari dibungkus dengan kertas setelah sebelumnya disemprot dengan pestisida.
• Tanaman yang ukuran tajuknya melebar luas dan tinggi dipangkas berat hingga ukuran tajuk 1,75 m dengan tinggi 3 m. Ukuran tajuk pohon sangat penting karena akan mempengaruhi kemudahan pemeliharaan serta pemanenan buah. Tanaman yang tua juga dipangkas berat sehingga tinggal tersisa tunggulnya saja setinggi 1-1,5 m. Pemangkasan seperti ini bertujuan untuk meremajakan pohon sehingga tidak perlu dilakukan pembongkaran tanaman.
Pemanenan
• Pemanenan buah mangga dilakukan ketika telah memenuhi ciri-ciri buah mangga yang matang, yaitu :
o Adanya lapisan lilin buah
o Bentuk buah sudah padat penuh terutama pada bagian ujung
o Bila buah diketuk menghasilkan nada tingi
o Buah akan tenggelam bila dimasukkan ke dalam air
o Tangkai buah kering
• Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari pada jam 07.00 – 09.00 atau pada sore hari jam 16.00 karena produksi getah rendah.
Pencucian
• Buah mangga yang telah dipanen dicuci untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel terutama sisa-sisa getah yang menenempel di kulit buah. Pemakaian pestisida (benomyl) pada saat pencucian dilakukan untuk mencegah serangan hama dan penyakit pasca panen. Pencucian dilakukan dengan cara ‘hot water dip”, yaitu pertama buah di cuci dengan air dingin lalu direndam dalam air panas.
Sortasi dan Grading
• Sortasi dan grading dilakukan untuk memperoleh buah dengan ukuran, tingkat kematangan dan kualitas yang seragam. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang layak jual dan tidak layak dijual agar diperoleh buah yang seragam bentuk, warna, ukuran dan kematangannya sedangkan grading dilakukan untuk memperoleh buah yang seragam ukurannya (besar, sedang, kecil atau sangat kecil).
• Sortasi dan grading sangat penting untuk dilakukan agar buah yang dipasarkan terjaga mutunya. Buah yang rusak akan mempercepat kerusakan buah yang lainnya dalam kemasan. Buah yang tidak lolos sortasi karena kulit buah yang tidak mulus atau buah yang salah bentuk masih dapat dijual ke pasar-pasar tradisional ataupun di jual dalam bentuk kupasan (slice).
• Kriteria Spesifikasi Grading Buah Mangga di Indonesia Menurut Jenis/Ukuran
Varietas Besar
(g) Sedang
(g) Kecil
(g) Sangat Kecil (g)
Arumanis > 400 350 – 400 300 – 349 250 – 299
Golek > 500 450 – 500 400 – 449 350 – 399
Gedong > 250 200 – 250 150 – 149 100 – 149
Manalagi > 400 350 – 400 300 – 349 250 – 299
• Untuk keperluan ekspor terdapat klasifikasi grading tersendiri untuk buah mangga. Buah mangga dibagi menjadi tiga kelas (super, A dan B).
Klasifikasi Ukuran
Kelas Super > 500 g
Kelas A 400 – 500 g
Kelas B 300 – 400 g
Pengemasan
• Buah mangga tahan selama 7 hari setelah masak. Pengemasan yang baik sangat dibutuhkan untuk mencegah kerusakan/susut buah pasca panen terutama saat transportasi/distribusi. Pengemasan dilakukan untuk mencegah benturan, menahan goncangan, mengurangi gesekan, melakukan penumpukan dan mengatur suhu. Kemasan keranjang bambu dapat memuat buah hingga 25 kg, kemasan peti kayu mampu memuat sebanyak 30 kg buah.
Penyimpanan dan Pemeraman
• Mangga termasuk buah klimakterik, yaitu buah yang memiliki pola respirasi yang di awali peningkatan secara lambat, kemudian meningkat pesat dan menurun setelah mencapai puncak. Buah klimakterik dipanen pada saat matang namun belum masak. Pemeraman dilakukan untuk memasakkan buah. Hasil pemeraman kurang baik apabila buah dipetik belum waktunya (belum masak). Penyimpanan buah mangga dibutuhkan penanganan ekstra karena produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat kemasakan buah yang tidak diinginkan.
Pengolahan
• Buah mangga tidak melulu hanya dikonsumsi sebagai buah segar, namun juga dapat dijadikam makanan olahan seperti asinan, kari, pure, selai, sari buah, minuman ringan, tepung, keripik dan manisan.

Ketahanan Pangan

Masalah Ketahanan Pangan
Dalam beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, lebih-lebih bila dikaitkan bencana alam. Seolah bencana alam merupakan sumber penyebab kerapuhan pangan. Bagaimanapun, bencana alam merupakan salah satu sumber kerentanan pangan. Tetapi, bencana jelas bukan yang paling mencemaskan. Setiap bencana alam, seberapa pun besar dan massifnya, tetap tidak pernah terjadi secara serentak dan di semua tempat sekaligus. Dengan demikian, dampak bencana alam terhadap ketahanan pangan bersifat insidental, temporer, dan lokatif. Sampai di sini, justru ada faktor lain yang jauh lebih sistematis sebagai mata air kerentanan pangan, yang celakanya tidak diperhatikan dan diantisipasi secara memadai. Sumber itu tidak lain adalah perubahan kelembagaan (aturan main). Perubahan kelembagaan di sini dimaknai sebagai pergeseran pola interaksi antarpelaku dalam mendesain aktivitas ekonomi.
Segitiga perubahan Dalam kaitan dengan ketahanan pangan, pembicaraan harus dikaitkan dengan masalah pembangunan pedesaan dan sektor pertanian. Pada titik inilah dijumpai realitas bahwa kelembagaan di pedesaan setidaknya dipangku oleh tiga pilar, yaitu kelembagaan penguasaan tanah, kelembagaan hubungan kerja, dan kelembagaan perkreditan. Tanah/lahan masih merupakan aset terpenting bagi penduduk pedesaan untuk menggerakkan kegiatan produksi. Sedangkan relasi kerja akan menentukan ropors nisbah ekonomi yang akan dibagi kepada para pelaku ekonomi di pedesaan.
Terakhir, aspek perkreditan/pembiayaan berperan amat penting sebagai pemicu kegiatan ekonomi di pedesaan karena biasanya di wilayah itu ketersediaan modal amat terbatas. Ketiga pilar perubahan kelembagaan itu akan amat menentukan keputusan pelaku di sektor pertanian (baca: petani) sehingga turut memengaruhi derajat ketahanan pangan. Sayang, perubahan kelembagaan di pedesaan mengarah kepada situasi yang menciptakan disinsentif bagi petani untuk meningkatkan produksi. Kepemilikan tanah sebagai pilar terpenting kegiatan produksi semakin lama kian tidak ramah dengan kebutuhan sektor pertanian. Rata-rata kepemilikan lahan rumah tangga petani semakin menciut, bahkan kini di Jawa rata-rata kepemilikan lahan itu hanya 0,25 hektar.
Penciutan kepemilikan lahan itu bisa bersumber dari pola warisan yang membuat lahan terfragmentasi, infiltrasi sektor industri/jasa yang lapar lahan, dan kebijakan pemerintah yang meninggalkan sector pertanian. Menurut BPS dan BPN (Badan Pertanahan Nasional), setiap lima tahun konversi lahan pertanian untuk pemanfaatan lain (industri, jasa, permukiman) mencapai 106.000 hektar. Akumulasi atas soal itu mengakibatkan produksi komoditas pertanian merosot meski mungkin saja produktivitas per hektar mengalami kenaikan, seperti komoditas beras dan jagung. Selanjutnya, serangan perubahan datang dari kelembagaan hubungan kerja. Dulu, kelembagaan relasi kerja di sektor pertanian mengandaikan pembagian risiko maupun nisbah ekonomi antar pelaku.Misalnya, konsep maro atau mertelu antara pemilik lahan dan petani penggarap merupakan jalan tengah antara kelangkaan modal dan risiko tinggi kegiatan produksi di sektor pertanian.
Desain kelembagaan semacam itu jika terjadi gagal panen, beban bisa dibagi di antara pelaku. Sebaliknya, bila panen berhasil, masing-masing pihak akan mendapat bagian. Masalahnya, kelembagaan hubungan kerja seperti itu sudah ditinggalkan, di mana yang kini tersedia hanya hubungan antara pemilik lahan dan penyewa (jika pemilik lahan tidak mengusahakan sendiri). Pada situasi ini, petani tunalahan enggan menyewa karena biayanya amat mahal, sementara pemilik lahan kurang berminat untuk mengolah tanah sendiri akibat insentif laba yang amat tipis. Desain perubahan kelembagaan Selain itu, salah satu penyebab penting kerawanan kegiatan produksi di sektor pertanian adalah perubahan kelembagaan perkreditan. Kebijakan peningkatan akses kredit yang dilakukan secara gencar oleh pemerintah sejak dekade 1980-an telah menyebabkan penetrasi lembaga keuangan formal dan semiformal (bank, koperasi, dan lain-lain) yang intensif di wilayah pedesaan. Kenyataannya, kebijakan itu bukannya mendekatkan petani (kecil) kepada sumber dana, tetapi justru kian menjauhkan. Lembaga keuangan formal itu tidak bisa dijangkau petani (justru ketika dari segi fisik jarak di antara mereka amat dekat) karena persyaratan agunan. Akibatnya, lembaga keuangan itu Cuma dapat diakses petani skala besar.
Celakanya, petani kecil juga sulit mengambil kredit dari lembaga keuangan informal (rentenir) karena keberadaannya sedikit demi sedikit tergerus oleh penetrasi lembaga keuangan formal. Inilah titik yang amat mematikan daya hidup petani kecil. Segitiga perubahan kelembagaan itu dengan jelas mendeskripsikan betapa secara sistematis perubahan kelembagaan yang diintroduksi pemerintah menjadi penyebab kemerosotan sektor pertanian.
Dengan demikian, dari perspektif produksi, perubahan kelembagaan itu akan menjadi sumbu peledak persoalan ketahanan pangan di masa mendatang. Karena itu, secara hati-hati dan matang pemerintah kembali diminta mendesain atau menggeser perubahan kelembagaan di wilayah pedesaan dan sektor pertanian dengan mengandaikan derajat kemanfaatan yang lebih besar bagi para pelaku, khususnya petani kecil. Sebagian isu perubahan kelembagaan itu sudah dimengerti secara baik oleh pemerintah, yakni reforma agraria. Selain itu, pemerintah harus terus bergerak dengan mengupayakan desain hubungan kerja dan akses kredit yang lebih adil di antara pelaku di sektor pertanian. Tanpa kesadaran semacam ini, isu ketahanan pangan hanya akan berhenti menjadi rintihan lirih.

Ahmad Erani Yustika Ketua Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan FE Unibraw;

Pembangunan Pertanian Di Pedesaan

Pembangunan Pertanian Dan Pedesaan Indonesia”
Tema Pembangunan Pertanian dan Pedesaan di Indonesia menjadi sebuah diskursus menarik yang melibatkan kalangan akademisi, pemerintah dan CSO’s (Civil Society Organizations). Kalangan yang terlibat tidak hanya berasal dari dalam negeri akan tetapi juga beberapa kalangan berasal dari luar negeri yang memiliki ketertarikan terhadap konstelasi diskursus di Indonesia. Konteks diskursus yang terbangun pun beragam bentuknya mulai dalam bentuk diskusi publik dalam forum-forum seminar hingga diskusi pada tingkat wacana di berbagai media, baik elektronik maupun cetak.
Permasalahannya adalah konstelasi diskursus yang begitu masif pada tataran realitas dalam banyak hal tidak sampai pada ranah teoritisasi, konseptualisasi atau bahkan operasionalisasi praksis pelaksanaan pembangunan pertanian dan pedesaan yang baik. Pembangunan pertanian dan pedesaan seolah-olah berjalan ditempat dengan tidak memberikan dimensi perubahan yang signifikan terhadap masyarakat petani di pedesaan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat, utamanya masyarakat petani di pedesaan. Di sisi lain, realitas menunjukkan terjadinya kesenjangan besar antara kawasan perkoataan dan pedesaan dalam berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, politik, dan infrastruktur.
Permasalahan pembangunan pertanian dan pedesaan pada dasarnya bersifat lintas sektoral, baik secara lembaga maupun konteks keilmuwan. Namun demikian pada ranah keilmuwan, entitas akademis yang senantiasa dikaitkan dengan permasalahan pembangunan pertanian dan pedesaan adalah institusi pendidikan yang memiliki keterkaitan dengan masyarakat pedesaan dan pertanian secara luas. IPB merupakan salah satu entitas akademis yang senantiasa dikaitkan dengan permasalahan pembangunan pertanian dan pedesaan. Hal ini disebabkan IPB menjadi salah satu institusi akademis terbesar di Indonesia yang memilih basis pertanian dan pedesaan sebagai orientasi akademisnya. Oleh karena itu wajar ketika permasalahan stagnasi pembangunan pertanian dan pedesaan dikaitkan dengan keberadaan IPB.
Realitas tersebut memberikan sebuah proses pembelajaran penting bahwa harapan masyarakat luas terhadap keberadaan IPB dalam konteks pembangunan pertanian dan pedesaan sangat besar. Pada saat yang sama kita melihat sebuah kecenderungan bahwa tradisi kritis berkaitan dengan isu-isu pembangunan pertanian dan pedesaan semakin berkurang di tingkat IPB. Forum-forum diskusi dan seminar lebih banyak mengetengahkan isu-isu update yang terkadang tidak bersinggungan sama sekali dengan pembangunan pertanian dan pedesaan. Kondisi ini tidak hanya terjadi di tingkat sarjana saja akan tetapi juga pada tingkat pascasarjana. Padahal potensi untuk memberikan telaah kritis terhadap konteks pembangunan pertanian dan pedesaan Indonesia saat ini dari sisi konseptualisasi akademis sangat besar. Paling tidak secara umum setiap mayor studi pascasarjana di IPB memiliki ruang keterkaitan dengan isu pembangunan pertanian dan pedesaan.
Oleh karena itu, dalam rangka menumbuhkan peran strategis IPB dalam diskursus pembangunan pertanian dan pedesaan, utamanya mayor-mayor pascasarjana IPB, maka Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB (PSP3) akan menyelenggarakan diskusi kritis secara rutin yang melibatkan kalangan mahasiswa pascasarjana IPB dari berbagai mayor. Hal ini dinilai sebagai sesuatu yang penting dan strategis tidak hanya dalam rangka mentradisikan diskusi kritis di kalangan mahasiswa akan tetapi juga dapat dijadikan sebagai arena atau ruang untuk menyusun agenda-agenda riset strategis berkaitan dengan diskursus pembangunan pertanian dan pedesaan di Indonesia.

Daftar Pustaka

Supriyadi Anton,2008. Pembangunan Pertanian Dan Pedesaan Indonesia Konseptualisasi dan implementasi. Pusat Studi Pembangunan Pertanian Dan Pedesaan, IPB.

Penyuluhan Pertanian

Cara-Cara Baru Yang Mendukung Dalam Penyuluhan Pertanian
Mendukung cara-cara baru dalam penyuluhan pertanian. Seperti halnya sistim penyuluhan di negara-negara lainnya, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengembangan mekanisme institusional yang efektif dalam menyalurkan teknologi yang sesuai bagi produsen berskala kecil. Walaupun pengalaman dalam pelayanan bantuan pertanian masih sangat minim, bukti-bukti kuat yang mendukung manfaat desentralisasi penyuluhan terus bertambah, termasuk yang melibatkan pihak swasta maupun masyarakat umum. Serangkaian debat dan ekperimen pengelolaan yang positif telah diadakan. Termasuk didalamnya pergeseran ke metode partisipasi, penyaluran input dan teknologi sampai dengan pembagian pasar dan awal informasi serta teknologi. Terlihat pula adanya perluasan pelayanan yang dikelola secara terpusat sampai pelayanan yang didesentralisasi, serta pergeseran ke arah privatisasi penyuluhan. Privatisasi pelayanan penyuluhan akan memainkan peranan lebih penting di sub-sektor lahan kering penghasil pertanian yang mendatangkan uang di daerah timur Indonesia, serta produksi komoditas ekspor yang lebih didukung oleh sektor swasta. Staf penyuluhan umum saat ini bertanggung jawab kepada pemerintahan propinsi yang sekarang bekerja berdasarkan 2 model:
1) servis penyuluhan umum dibawah suatu organisasi perwakilan,
2) kapasitas penyuluhan yang dipilah-pilah ke beberapa badan yang berorientasi ke produk dan independent.
Model yang pertama didukung oleh Proyek Desentralisasi Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (DAFEP) dengan dana dari Bank Dunia, akan tetapi kurang dari sepertiga pemerintahan propinsi yang memilih model tersebut sampai saat ini. ingkat kualifikasi pendidikan untuk penyuluh-penyuluh public sedang ditingkatkan, tetapi tampaknya kompensasi jauh menurun sejak adanya desentralisasi, dengan turunnya jumlah personel berkualifikasi yang mencari lapangan pekerjaan di tempat lain. Iklim politik dewasa ini di Indonesia juga berperan serta dalam penyediaan lingkungan yang kondusif bagi serangkaian organisasi produsen pedesaan (RPOs) dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Pemerintah, khususnya pemerintah setempat, terus mencari jalan untuk menjalin kerja sama dengan organisasi-organisasi tersebut, tetapi juga menghadapi kesulitan, karena cepatnya perubahan yang terjadi di dalam organisasi berorientasi keanggotaan tersebut. Untuk semua inisiatif diperlukan cara-cara untuk menentukan hubungan mana yang lebih baik antara penelitian pertanian dan penyuluhan; pemisahan fungsi di dalam organisasi di Departemen Pertanian (antara IAARD dan AAHRD) telah menghambat usaha dalam memusatkan perhatian atas berbagai masalah yang diahadapi petani dan juga menentukan agenda penelitian, serta penyebaran hasil penelitian yang efektif. Proposal Pengerjaan Petani melalui proyek Teknologi dan Informasi Pertanian (FEATI), yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian dan didukung oleh Bank, menjawab serangkaian masalah-masalah di atas, dan akan bertujuan untuk menggiatkan penelitian pertanian dan penyuluhan, dan dengan demikian, memperkokoh hubungan antara agribisnis dan komunitas pertanian. Mendukung pertumbuhan ICT. Inisiatif untuk mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di daerah rural membuka kesempatan bagi penyaluran informasi ke komunitas pedesaan, memperbaiki hubungan antar penelitian dan penyuluhan, serta mendukung pengembangan daerah pedesaan. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman-pengalaman di negara lain. Contohnya, India telah melalui proses pengembangan inisiatif informasi dan komunikasi di daerah pedesaan beberapa tahun terakhir.
Berbagai macam model, didukung baik oleh sektor umum maupun swasta, telah diuji-coba dengan sukses. Misalnya adalah satu model dari ITC, perusahaan swasta besar, yaitu e-choupal initiative, adalah intervensi informasi teknologi terbesar yang dimiliki suatu perusahaan di daerah pedesaan India. Dengan menyampaikan informasi secara langsung dan pengetahuan yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kemampuan petani dalam membuat keputusan, e-choupal membantu menyelaraskan antara hasil pertanian dan kebutuhan pasar, serta menuju tercapainya perbaikan kualitas, produktifitas, dan meningkatkan pendeteksian harga. Dimulai tahun 2000, e-choupal sekarang ini telah mencakup 6 negara bagian, 25.000 desa, dan melibatkan 2,5 juta petani. Di dalam 10 tahun kedepan, ITC memperkirakan akan dapat mencapai 15 negara bagian dengan lebih dari 100.000 desa (1/6 dari total desa-desa di India) dan membantu 10 juta petani. Tantangan yang dihadapi dalam mengembangan ICT di India sama dengan di Indonesia - jaringan yang buruk, infrastruktur rural yang lemah dan kapasitas sumber daya manusia yang rendah. Akan tetapi, inisiatif ICT di daerah pedesaan telah melambung diIndia dalam kurun waktu 5-8 tahun terakhir ini. Kios di daerah pedesaan berfungsi sebagai pusat komunikasi, pusat pelatihan virtual, pusat bantuan untuk pengusaha di daerah pedesaan, tempat perdagangan, pusat layanan finansial dan asuransi, dan lain-lain. Proyek-proyek ini memberikan pengaruh penting untuk kawula muda, wanita dan anak-anak secara tidak langsung. Dengan adanya desentralisasi dan lingkungan politik serta institutional yang baru di Indonesia, kemungkinan pengembangan ICT di Indonesia untuk mendukung pembangunan daerah pedesaan sangatlah besar.

permasalahan dunia pertanian

Permasalahan Dunia Pertanian
Pertanian di Indonesia sedang berada di persimpangan jalan. Sebagai penunjang kehidupan berjuta-juta masyarakat Indonesia, sektor pertanian memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kukuh dan pesat. Sektor ini juga perlu menjadi salah satu komponen utama dalam program dan strategi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Di masa lampau, pertanian Indonesia telah mencapai hasil yang baik dan memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menciptakan lapanga pekerjaan dan pengurangan kemiskinan secara drastis.
Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada bahan-bahan pokok seperti beras, jagung, gula, dan kacang kedelai. Akan tetapi, dengan adanya penurunan tajam dalam hasil produktifitas panen dari hampir seluruh jenis bahan pokok, ditambah mayoritas petani yang bekerja di sawah kurang dari setengah hektar, aktifitas pertanian kehilangan potensi untuk menciptakan tambahan lapangan pekerjaan dan peningkatan penghasilan. Walapun telah ada pergeseran menuju bentuk pertanian dengan nilai tambah yang tinggi, pengaruh diversifikasi tetap terbatas hanya pada daerah dan komoditas tertentu di dalam setiap sub-sektor.
Pengalaman negara tetangga menekankan pentingnya dukungan dalam proses pergeseran tersebut.Sebagai contoh, di pertengahan tahun 1980-an sewaktu Indonesia mencapai swasembada beras, 41% dari semua lahan pertanian ditanami padi, sementara saat ini hanya 38%; suatu perubahan yang tidak terlalu besar dalam periode15 tahun. Sebaliknya, penanaman padi dari total panen di Malaysia berkurang setengahnya dari 25% di tahun 1972 menjadi 13% di 1998. Selain itu seperti tercatat dalam hasil studi baru-baru ini, ranting pemilik usaha kecil/ pertanian industrial, hortikultura, perikanan, dan peternakan, yang sekarang ini berkisar 54% dari semua hasil produksi pertanian, kemungkinan besar akan berkembang menjadi 80% dari pertumbuhan hasil agraris di masa yang akan datang. Panen beras tetap memegang peranan penting dengan nilai sekitar29% dari nilai panen agraris. Tetapi meskipun disertai dengan tingkat Partumbuhan hasil yang tinggi, panen beras tidak akan dapat mencapai lebih dari 10% nilai peningkatan pertumbuhan hasil.

Perkembangan OPT

Perkembangan Serangan Opt Saat Ini
Pada kondisi ini hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Contoh dari kasus ini adalah makin meningkatnya populasi dan kerusakan hama Thrips sp. pada tanaman cabai. Pada tahun kemarau 2006 Thrips menimbulkan kerugian yang besar pada usaha tani cabai di Tegal dan Brebes. Pada saat itu populasi sangat tinggi dan kerusakan berat, dan dilapangan tidak ada satu pestisida sintetik pun yang efektif mengendalikannya Pada tiga tahun terakhir ini menurut pengamatan penulis dan juga Laporan Safari Gotong Royong Nastari-Klinik Tanaman IPB (2007) serangan Thrips sp. Makin berat pada berbagai daerah pertanaman cabai seperti Brebes, Tegal, Pati, Klaten, Magelang dan Wonogiri. Thrips lebih berkembang pada musim kemarau, akan berkembang bila kemaraunya makin kering dan suhu rata-rata makin panas. Sebagai pembanding Thrips palmi pada terong di Taiwan mempunyai suhu optimum untuk perkembangan populasi pada 25 – 30º C (Chen dan Huang, 2004). Selain itu serangan antraknosa cabai (Colletotrichum sp.) pada tahun-tahun terakhir ini juga makin berat.
Cendawan fitopatogen ini berkembang pada musim hujan dan suhu yang hangat. Pengamatan penulis juga menunjukkan bahwa ekspresi gejala antraknosa cabai tidak hanya menimbulkan busuk pada buah tetapi juga mati ranting, sekali lagi menggambarkan makin beratnya penyakit ini. Penelitian dalam ruang terkendali di Australia menunjukkan bahwa peningkatan kadar CO2 dari 350 ppm menjadi 700 ppm meningkatkan jumlah bercak dan keparahan penyakit antraknosa (Colletotrichum gloeosporioides) pada Stylosanthes (Chakraborty et al. 2002). Apakah peningkatan antraknosa di Indonesia juga dipengaruhi peningkatan kadar CO2, masih perlu diteliti lebih lanjut.
Hama/Penyakit yang sebelumnya dianggap penyakit hama/penyakit minor berubah menjadi hama/penyakit penting. Contoh dari tipe perobahan ini adalah penggerek padi merah jambu (Sesamia inferens). Sebelumnya dinyatakan bahwa keberadaan penggerek batang merah jambu tidak banyak bila dibanding penggerek batang lainnya yaitu pengerek batang padi kuning (Scirpophaga incertulas), dan penggerek batang padi putih (Scirpophaga innnotata). Pengamatan pada bulan April-Mei 2007 disejumlah tempat di Jawa yaitu Indramayu, Magelang, Semarang, Boyolali,Kulonprogo, dan Ciamis menunjukkan dominansi penggerek merah jambu dalam komunitas penggerek meningkat (Nastari Bogor dan Klinik Tanaman IPB, 2007). Kalshoven (1981) menyatakan bahwa penggerek merah jambu banyak berkembang didaerah-daerah kering yang mempunyai iklim kemarau yang jelas. Masih menjadi pertanyaan apakah peningkatan dominansi penggerek merah jambu berkaitan dengan musim kemarau yang lebih panjang. Pada musim hujan 2007 Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mempunyai daerah kekeringan terluas dan melebihi rata-rata 5 tahun terakhir

Antisipasi Perubahan Iklim

Antisipasi Perkembangan OPT Dalam Kaitannya Dengan Perubahan Iklim
Fakta di atas menunjukkan indikasi kuat tentang kaitan perubahan iklim sperti peningkatan suhu dengan masalah hama dan penyakit di Indonesia. Namun demikian untuk pemahaman masalah secara komprehensif perlu dilakukan kajian yang khusus dampak iklim terhadap perubahan hama dan penyakit sehingga dapat dirumuskan langkah antisipasi yang tepat baik oleh pemerintah, maupun masyarakat.
Pada kondisi ini hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Contoh dari kasus ini adalah makin meningkatnya populasi dan kerusakan hama Thrips sp. pada tanaman cabai. Pada tahun kemarau 2006 Thrips menimbulkan kerugian yang besar pada usaha tani cabai di Tegal dan Brebes. Pada saat itu populasi sangat tinggi dan kerusakan berat, dan dilapangan tidak ada satu pestisida sintetik pun yang efektif mengendalikannya Pada tiga tahun terakhir ini menurut pengamatan penulis dan juga Laporan Safari Gotong Royong Nastari-Klinik Tanaman IPB (2007) serangan Thrips sp. Makin berat pada berbagai daerah pertanaman cabai seperti Brebes, Tegal, Pati, Klaten, Magelang dan Wonogiri. Thrips lebih berkembang pada musim kemarau, akan berkembang bila kemaraunya makin kering dan suhu rata-rata makin panas. Sebagai pembanding Thrips palmi pada terong di Taiwan mempunyai suhu optimum untuk perkembangan populasi pada 25 – 30 º C (Chen dan Huang, 2004).
Menghadapi perubahan iklim dalam kaitan dengan perkembangan hama dan penyakit tanaman diperlukan beberapa langkah yang sesuai. Kajian komperehensif dampak perubahan iklim terhadap hama dan penyakit tanaman perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat bagi pemerintah maupun petani. Selain itu diperlukan peningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani sehingga lebih jeli mengamati dan mensikapi perubahan yang ada. Beberapa pengetahuan pribumi (indigenous knowledge) yang didasari oleh pengaturan masa tanam seperti pranata mangsa dalam masyarakat Jawa perlu dikaji kembali dan di rejuvenasi menghadapi perubahan yang berlangsung. Melihat masalah hama dan penyakit yang makin berat di Indonesia dari tahun ke tahun, perlu pendekatan sistem Pengendalian Hama Terpadu Biointensif (Bio-intensive IPM) yang mengoptimalkan sumberdaya hayati yang ada. Untuk itu semua, kerjasama antara petani, pemerintah (pusat-daerah), perguruan tinggi/lembaga penelitian , civil society yang riil diperlukan.

OPT

Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Organisme Pengganggu Tanaman Terhadap Tanaman Bawang Merah
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman sperti penyakit kresek dan blas pada padi, antraknosa cabai dan sebagainya. Sementara pada musim kemarau banyak masalah hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, serta thrips pada cabai.
Hama seperti mahluk hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh faktor factor iklim baik langsung maupun tidak langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif dan foroperiodisitas berpengaruh langsung terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup, serta kemampuan diapause serangga. Sebagai contoh hama kutu kebul (Bemisia tabaci) mempunyai suhu optimum 32,5º C untuk pertumbuhan populasinya (Bonaro et al. 2007). Contoh yang lain adalah pertumbuhan populasi penggerek batang padi putih berbeda antara musim kemarau dan musim hujan, sementara itu panjang hari berpengaruh terhadap diapause serangga penggerek batang padi putih (Scirpophaga innotata) di Jawa (Triwidodo, 1993). Umumnya serangga-serangga hama yang kecil seperti kutu-kutuan menjadi masalah pada musim kemarau atau rumah kaca karena tidak ada terpaan air hujan. Pada percobaan dalam ruang terkontrol peningkatan kadar CO2 pada selang 389- 749μl/L meningkatkan reproduksi tungau Tetranychus urticae (Heagle et al., 2002) Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh faktor iklim terhadap vigor dan fisiologi tanaman inang, yang akhirnya mempengaruhi ketahanan tanaman terhadap hama. Temperatur berpengaruh terhadap sintesis senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, falvonoid yang berpengaruh terhadap ketahannannya terhadap hama. Pengaruh tidak langsungnya adalah kaitannya dengan musuh alami hama baik predator, parasitoid dan patogen. Sebagai contoh adalah perkembangan populasi ulat bawang Spodoptera exigua pada bawang merah lebih tinggi pada musim kemarau, selain karena laju pertumbuhan
intrinsik juga disebabkan oleh tingkat parasitasi dan tingkat infeksi patogen yang rendah
(Hikmah, 1997).

Daftar Pustaka
Hikmah, Y. 1997. Tingkat parasitasi larva Spodoptera exigua pada musim hujan dan
musim kemarau. Skripsi. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanaian
IPB.
Bonaro, O., A Lurette,, C Vidal, J Fargues. 2007. Modelling temperature-dependent
bionomics of Bemisia tabaci (Q-biotype) Physiological Entomology,32: 50-55

Kamis, 28 Agustus 2008

obat

Belimbing Manis (Averhoa carambola)
Nama Lokal Belimbing manis (Indonesia), Belimbing manih (Minangkabau); Belimbing legi (Jawa), Belimbing amis (Sunda), ; Bhalimbing manes (Madura), Balirang (Bugis);
Deskripsi Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m dpi. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing wuiuh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat teiur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelornpok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bungs kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 ern, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.
Untuk Penyakit Diabetes melitus, Kolesterol, Hipertensi;
Pemanfaatan BAGIAN YANG DIPAKAI : Daun, bunga, buah.
KEGUNAAN:
Bunga:
- Batuk.
- Sariawan (stomatitis)
Daun:
- Perut sakit. Gondongan (Parotitis).
- Rematik.
Buah:
- Batuk rejan.
- Gusi berdarah, sariawan.
- Sakit gigi berlubang.
- Jerawat. Panu.
- Tekanan darah tinggi.
- Kelumpuhan.
- Memperbaiki fungsi pencernaan.
- Radang rektum.
PEMAKAIAN:
Untuk minum: Lihat resep.
Pamakaian luar: Daun secukupnya setelah dicuci bersih digiling halus sampai seperti bubur, dipakai sebagal tapal (pemakaian setempat) pada gondongan, rheumatism, jerawat, panu.
CARA PEMAKAIAN:
1. Pagel linu:
• 1 genggam daun belimbing wuiuh yang masih muda, 10 biji cengkeh,
• 15 biji lada, digiling halus lalu tambahkan cuka secukupnya.
• Lumurkan ketempat yang sakit.

2. Gondongan:
10 ranting muda belimbing wuiuh berikut daunnya dan 4 butir bawang merah setelah dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Balurkan ketempat yang sakit.
3. Batuk pada anak.
Segenggam bunga belimbing wuiuh, beberapa butir adas, gula secukupnya dan air 1 cangkir, ditim selama beberapa jam. Setelah dingin disaring dengan sepotong kain, dibagi untuk 2 kali minum, pagi dan malam sewaktu perut kosong.
4. Batuk:
25 kuntum bunga belimbing wuluh, 1 jari rimpang temu-giring, 1 jari kulit kayu manis, 1 jari rimpang kencur, 2 butir bawang merah, 1/4 genggam pegagan, 1/4 genggam daun saga, 1/4 genggam daun inggu, 1/4 genggam daun sendok, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 5 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring, diminum dengan madu seperlunya. Sehari 3 kali 3/4 gelas.
4. Batuk rejan:
• 10 buah belimbing. wuluh dicuci lalu ditumbuk halus-halus, diremas dengan 2 sendok makan air garam, lalu disaring. Minum, lakukan 2 kali sehari.
• Buah belimbing wuiuh dibuat manisan, sehari makan 3 x 6-8 buah.
5. Rematik :
• 100 gr daun muda belimbing wuluh, 10 biji cengkeh dan 15 biji merica dicuci lalu digiling halus, tambahkan cuka secukupnya sampai menjadi adonan seperti bubur. Oleskan adonan bubur tadi ketempat yang sakit.
• 5 buah belimbing wuluh, 8 lembar daun kantil (Michelia champaca L.), 15 biji cengkeh, 15 butir lada hitam, dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis dan 1 sendok makan minyak kayu putih. Dipakai untuk menggosok dan mengurut bagian tubuh yang sakit. Lakukan 2-3 kali sehari.
6. Sariawan:
• Segenggarn bunga belimbing wuluh, gula jawa secukupnya dan 1 cangkir air direbus sampai kental. Setelah dingin disaring, dipakai untuk membersihkan mulut dan mengoles sariawan.
• 2/3 genggam bunga belimbing wuiuh, dicuci lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum, sehari 3 kali 3/4 gelas.
• 3 buah belimbing wuitjh, 3 butir bawang merah, 1 buah pala yang muda, 10 lembar daun seriawan, 3/4 sendok teh adas, 3/4 jari pulosari, dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan 3 sendok makan minyak kelapa, diperas lalu disaring. Dipakai untuk mengoles luka-luka akibat sariawan, 6-7 kali sehari.
7. Jerawat:
• Buah belimbing wuluh secukupnya dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan air garam seperlunya, untuk menggosok muka yang berjerawat. Lakukan 3 kali sehari,
• buah belimbing wuluh dan 1/2 sendok teh bubuk belerang, digiling halus lalu diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis. Ramuan ini dipakai untuk menggosok dan melumas muka yang berjerawat. Lakukan 2-3 kali sehari.
8. Panu:
10 buah belimbing wuluh dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirih sebesarbiji asam, diremas sampai rata. Ramuan ini dipakai untuk menggosok kulit yang terserang panu. Lakukan 2 kali sehari.
9. Darah tinggi.
• 3 buah belimbing wuluh dicuci lalu dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum setelah makan pagi.
• 10 buah belimbing wuiuh, 1 jari rimpang kunyit, 1/4 genggam daun meniran, 3 jari labu air, 3 jari gula enau, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring, minum. Sehari 3 x 3/4 gelas.
10. Sariawan usus, getah empedu sedikit : Buah diolah menjadi selai, makan.
11. Sakit gigi berlubang:
5 buah belimbing wuiuh dicuci bersih, makan dengan sedikit garam, kunyah ditempat gigi yang berlubang.

Obat Tradisional

Jambu Biji Obat HIV
Tak jelas mengapa jambu ini dinamai klutuk. Mungkin karena buahnya punya beribu biji, yang kalau dikunyah berbunyi gemerutuk.
Mungkin juga ada sebab lain yang "tak tercatat dalam sejarah". Namun, apalah arti sebuah nama. Apalagi jika jambu itu ternyata punya khasiat istimewa.
Bisa dimaklumi kalau sebagian besar Anda lebih mengenal buah jambu klutuk (Psidium guajava) sebagai makanan di waktu senggang (atau saat tak ada penganan lain yang bisa disantap).
Ada juga yang menyebutnya sebagai buah "terkutuk". Biji buah tropis yang keras dan banyak ini memang cukup mengganggu. Apalagi jika biji-biji itu masuk ke sela-sela gigi berlubang, butuh usaha ekstra untuk mengungkitnya.
Tapi siapa sangka, di balik kekerasan isinya, terdapat kemampuan menyembuhkan banyak penyakit. Tak hanya buahnya, daun dan batang klutuk pun bermanfaat. Bahkan, air seduhan daun jambu biji itu kini tengah diteliti secara intensif, karena "dicurigai" punya potensi menghambat, bahkan membunuh virus penyakit demam berdarah dan HIV.
Keluarga obat
Di Cina dan Asia Tenggara sendiri, jambu klutuk alias guajava, terutama daunnya, sudah sejak lama dikenal sebagai obat.
Mulai obat penyembuh radang usus besar, menghilangkan infeksi, penyembuh diare, disentri, sampai obat untuk menghentikan perdarahan. Bahkan di pedesaan, tumbukan daun jambu biji lazim juga digunakan sebagai obat luka karena cidera, luka karena perdarahan, serta bisul-bisul.
Jambu biji memang diketahui memiliki sejumlah zat aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat, terutama daunnya, yang banyak mengandung minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guaja vermin, dan beberapa vitamin, terutama vitamin A, B, C berikut beberapa mineral. Khusus daunnya, diperkirakan bisa mengandung hingga 9% eutenol, 3% damar, dan kalsium oksalat.
Menurut sejumlah literatur yang membahas obat-obatan tradisional, potensi obat tumbuhan jambu klutuk memang sangat lengkap. Bukan hanya daunnya yang kaya zat-zat penyembuh. Tapi juga buah, bunga, dan kulit batangnya.
Akar dan kulit batang jambu klutuk dapat digunakan sebagai decoct atau infusum, obat diare, atau gastroenteritis (radang selaput lendir lambung dan usus) terutama pada anak-anak. Selain itu, batangnya bisa juga digunakan sebagai obat sariawan. Bahkan di pedesaan, seduhan campuran daun jambu biji dengan daun sirih, kerap digunakan untuk mencuci lubang senggama agar tidak gatal-gatal karena bakteri.
Jambu biji sendiri sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia. Dia berasal dari kawasan tropis Amerika, kemudian menyebar antara lain ke Malaysia, India, Sri Lanka, Vietnam, Indonesia, dan kawasan Pasifik. Di Indonesia, tanaman ini bisa tumbuh di berbagai tempat berbeda. Mulai dataran rendah (pantai) sampai dataran tinggi berketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.
Dia juga dapat tumbuh sembarang, baik di lapangan terbuka maupun semak belukar. Banyak penduduk yang menanam tumbuhan ini sebagai tanaman pekarangan, tapi anehnya jarang yang membudidayakannya sebagai tanaman kebun. Pamornya seolah-olah masih kalah dengan keluarga jambu lainnya. Padahal, nilai ekonomis jambu klutuk tidak kalah dengan jambu air, misalnya.
Jambu klutuk lazimnya berbunga pada bulan September - Oktober, serta berbuah pada bulan Februari - Maret setiap tahunnya. Perbanyakan tanaman lebih sering dilakukan dengan mencangkok. Bukan berarti menanam langsung dari bijinya dilarang. Namun, cara terakhir ini kurang praktis, karena butuh waktu lebih lama. Buah mudanya agak keras, tapi makin masak (berwarna kuning) makin lunak pula dagingnya.
Bentuk buahnya ada yang bulat, ada pula yang lonjong. Sedangkan kulit buahnya tipis, sehingga orang jarang mengupasnya sebelum dimakan. Buah yang sudah masak bagian dalamnya berwarna merah atau kuning, berasa manis atau ada pula yang manis keasaman, karena banyak mengandung vitamin C. Jadi, kalau Anda punya kebun jambu klutuk di pekarangan, tak usah repot-repot lagi beli suplemen vitamin C.
Terakhir, sekadar informasi, puluhan pakar dari sebuah Fakultas Kedokteran di Taipei dua ta-hun terakhir ini tengah bergelut mencari dan mengembangkan senyawa aktif yang dapat menghambat perkembangan HIV. Prof. Yang Ling Ling, ketua tim peneliti tersebut menyatakan, timnya telah menemukan senyawa flavonoid dari beberapa tanaman yang dapat menghambat perkembangan HIV. Salah satunya, ya si guajava tadi. Anda masih percaya si klutuk buah terkutuk? (intisari)
Penulis: H. Unus Suriawiria, Guru Besar Bioteknologi dan Agroindustri, di Bandung

Kultur jaringan

PERBANYAK BIBIT PISANG SECARA KULTUR JARINGAN
PENDAHULUAN
Teknik Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap
Keuntungan Kultur Jaringan adalah :
• Menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, bermutu, seragam dalam waktu singkat
• Sifat tanaman sama dengan induknya
• Kesehatan bibit lebih terjamin
• Kecepatan tumbuh lebih cepat dibanding konvensional
Langkah-langkah dalam proses Kultur Jaringan meliputi :
• Pembuatan media
• Inisiasi
• Sterilisasi
• Multiplikasi
• Pengakaran
• Aklimatisasi
Media
Merupakan faktor penentu dalam perbanyak secara Kultur Jaringan.
Komposisi Media (MS) dalam Kultur Jaringan pisang adalah sebagai berikut :
• Garam Mineral mg/l
• NH4N03 1650
• KN03 1900
• CaCl2.2H20 440
• MgS04.7H20 370
• KH2P04 170
• FeS04.7H20 27,8
• Na2EDTA 37,3
• MnS04.4H20 22,3
• ZnS04.7H20 8,6
• H3B03 6,2
• KI 0,83
• Na2Mo04.2H20 0,25
• CuS04.5H20 0,025
• CoC12.6H20 0,025
• Vitamin mg/l
• Myo-inositol 100
• Pyridoxine 0,5
• Niacine 0,5
• Thiamine 0,1
• Glycine 2,0

• Hormon mg/l
• BAP 5-10
• NAA 0,1-0,5
Bahan tambahan : Gula 30 g/l, air kelapa 150 ml/l, agar 6,2 g/l, pH 5,6-5,8
Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan di Kultur
• Anakan
• Cuci dengan air mengalir
• Dikecilkan dengan pisau
• Dimasukan dalam media
Sterilisasi
• Sterilisasi luar :
Eksplan direndam dalam larutan Agrimycine 2 mg/l dan Benlate 2 mg/l selama 1 -24 jam
• Sterilisasi dalam Laminar Air Flow
§ Rendam eksplan dalam larutan clorox 30% selama 15 menit
§ Bilas 2 x dengan air steril
§ Kupas 1-2 pelepah
§ Rendam dalam larutan clorox 15% selama 10 menit
§ Bilas 2x dengan air steril
§ Kupas 1-2 pelepah
§ Kupas sampai sisa 3 daun pelepah ukuran 1,5 x 1,5 cm
§ Celup dalam larutan clorox 1% dan tanam di media
Lama waktu inisiasi dalam kondisi normal adala 4 minggu (minimal telah 2 x subkultur), selanjutnya masuk tahap multiplikasi
Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan pemotongan dan pemindahan eksplan ke media baru
Pengakaran
Hasil multiplikasi selanjutnya dipindah dalam media pengakaran sehingga terbentuk tanaman yang sempurna (planlet)
Media pengakaran adalah MS + 5 ppm NAA + Charcoal 1 g/l
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian palnlet dari kondisi mikro dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof)
Pemilihan Kultur
Botol kultur dipelihara dalam ruang kultur aseptik (steril) dengan suhu 18-25 C dan intensitas cahaya 3000 - 10.000 lux selama 16 jam/hari.
Diposting
Sadish balasubramian, Perbanyakan Bibit Pisang Secara Kultur Jaringan, Blogsome

Durian

DURIAN Bukan Buah Terlarang!
Meskipun mendapat julukan The King of the Fruit, rajanya buah, durian menjadi buah yang kontroversial. Perbedaan pendapat itu seputar berbahaya atau tidak mengonsumsi durian bagi kesehatan si konsumen. Buah bergizi tinggi ini bukan buah terlarang, karena kadar lemaknya jauh lebih rendah dibanding lemak hewani.

Kekayaan alam yang kita miliki patut untuk disyukuri. Alam tropis Indonesia memberikan anugerah yang cukup besar berupa keragaman hayati. Beragam flora tumbuh dan berkembang dengan baik di negeri ini, di antaranya adalah buah-buahan.

Banyak jenis buah tropis menjadi kegemaran turis asing dan lokal, sehingga merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka. Kunjungan ke kebun-kebun buah yang telah dijadikan obyek agrowisata merupakan bukti akan hal tersebut.

Untuk memenuhi permintaan konsumen akan buah di luar negeri, telah dilakukan ekspor ke beberapa negara. Ini menjadi bukti, bahwa anggapan mutu buah-buahan lokal kalah dengan buah impor, tidak sepenuhnya benar.

Namun kenyataan membanjirnya buah impor di pasaran, diakibatkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi buah untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Meningkatnya konsumsi buah-buahan menunjukkan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat akan pentingnya vitamin dan mineral. Buah-buahan juga merupakan sumber serat pangan (dietary fibre) yang sangat berguna bagi kelancaran proses pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, sehingga sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, stroke, dan berbagai kanker.

Banyak buah-buahan Indonesia yang dimasukkan ke dalam kategori buah unggul. Namun demikian, baru sekitar sembilan jenis buah yang varietas unggulnya telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Kesembilan jenis buah tersebut adalah anggur, apel, alpukat, belimbing, durian, mangga, nangka, rambutan dan salak. Di antara kesembilan jenis buah tersebut, durianlah yang memiliki varietas unggul terbanyak.

Rajanya Buah
Durian (Durio zibenthinus Murr.) mendapat julukan sebagai The King of the Fruit. Buah ini sudah dikenal dan banyak dibudidayakan di daerah tropis terutama Indonesia.

Produksi yang melimpah dan banyak disukai menyebabkan durian mempunyai prospek yang baik. Rasanya yang lezat dan aromanya yang khas menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar buah berduri ini.

Pada awalnya, tanaman ini tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, Thailand, India dan Pakistan. Seiring dengan perkembangannya tersebut, kini telah ditemukan 300 spesies yang bermarga Durio di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, telah ditemukan sekitar 27 spesies. Akan tetapi dari jumlah spesies tersebut, baru enam spesies yang umum dikonsumsi masyarakat

Durio zibenthinus Murr. merupakan spesies yang sangat digemari masyarakat dan paling sukses dibudidayakan. Tanaman ini termasuk tanaman musiman berasal dari Kalimantan dan Sumatera. Secara morfologi buah durian ini dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kulit, daging buah dan biji. Pada bagian kulit luar (perikarp) buah durian memiliki duri-duri yang sangat tajam.

Tanaman durian memiliki sosok berupa pohon tinggi yang dapat mencapai ketinggian 50 meter, dan dapat tumbuh mencapai umur ratusan tahun. Warna daging buahnya pun bervariasi, yaitu putih, krem, kuning muda, kuning kehijauan dan ada pula yang berwarna kuning tembaga. Di dalam buah terdapat pongge, yaitu biji yang diselimuti oleh daging buah.

Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tempat yang subur, bertanah gembur dan tidak bercadas. Dalam setiap musim, jumlah buah yang dihasilkan bisa sekitar 80-100 buah per pohon, tergantung besarnya pohon.

Sedangkan pohon yang telah cukup tua, bisa menghasilkan 200 buah per pohon. Musim berbunga pohon durian dimulai pada bulan Juni sampai September, dan buah akan menjadi matang pada bulan Oktober sampai Februari.

Durian dapat dikembangbiakkan melalui tiga cara, yaitu secara vegetatif, generatif, serta campuran antara vegetatif dan generatif. Namun umumnya durian diperbanyak secara generatif dengan menggunakan biji. Perbanyakan ini akan menghasilkan keturunan yang bervariasi, dengan sifat-sifat yang berlainan dari sifat tanaman induk, karena durian adalah tanaman yang menyerbuk silang.

Untuk mempertahankan sifat-sifat yang sama dengan tanaman induk, maka ada pula yang dilakukan dengan perbanyakan vegetatif. Cara yang biasanya dilakukan adalah dengan okulasi (penempelan mata atau budding).

Varietas Unggul
Harga durian yang bervariasi sangat ditentukan oleh faktor keunggulannya.

Semakin unggul jenisnya, semakin tinggi pula harganya. Saat ini Menteri Pertanian telah melepas 13 jenis varietas durian sebagai varietas unggul.

Ketigabelas varietas itu adalah durian bokor (asal Majalengka), durian kani (introduksi dari Thailand), durian otong (introduksi dari Thailand), durian perwira (asal Majalengka), durian petruk (asal Jepara), durian si dodol (asal Kalimantan Selatan), durian si hijau (asal Kalimantan Selatan), durian si japang (asal Kalimantan Selatan), durian si mas (asal Bogor), durian si tokong (asal Pasar Minggu), durian si riwig (asal Majalengka), durian sukun (asal Gempolan), dan durian sunan (asal Boyolali).

Durian-durian tersebut sering diekspor, tetapi secara kuantitatif belum memenuhi permintaan pasar. Secara umum perbedaan-perbedaan yang terdapat pada durian jenis unggul tersebut terletak pada penampilan, warna, serta daging buahnya.

Kehadiran durian monthong (asal Thailand), memiliki keharuman nama tersendiri. Sifat-sifat yang dikatakan unggul pada durian monthong adalah rasa daging buahnya yang manis, berwarna kuning, tebal serta berbiji kecil, bahkan kadangkala kempes, aroma tajam dan khas. Keunggulan lainnya adalah penampilan tajuk pohon yang bercabang rendah dan berbuah lebat.

Selain durian unggul di atas terdapat jenis buah lain, yaitu durian parung. Buah durian parung berbentuk bulat memanjang berwarna hijau keabuan, daging buah tebal dan berwarna kuning, sedikit berserat dan biji berukuran kecil.

Semakin Berlemak, Semakin Gurih
Bagian yang dapat dimakan dari satu buah durian adalah sekitar 22%, yaitu bagian daging buahnya.

Bagian lainnya adalah kulit luar (pericarp) dan biji (pongge). Bagian kulit biasanya dibuang, sedangkan bagian biji dapat diolah menjadi tepung, keripik atau dimakan setelah direbus.

Daging buah durian dapat dimakan dalam keadaan segar atau diolah menjadi berbagai produk olahan. Di Palembang dan daerah Sumatera lainnya, daging buah durian umumnya diolah menjadi tempoyak, yaitu bubur buah yang ditambah garam dan difermentasi (diragikan), dapat digunakan sebagai lauk pauk.

Selain itu, daging buah durian juga dapat diolah menjadi dodol durian, keripik durian (seperti keripik nangka), bahan campuran es krim atau es putar. Daging buah yang hampir masak dapat digunakan untuk sayuran.

Dalam perkembangannya saat ini, daging buah durian juga dapat diawetkan dengan cara dibekukan atau dikalengkan.

Komposisi gizi buah durian sangat beragam, tergantung dari jenis, umur buah (kematangan) serta tempat tumbuhnya. Namun secara umum, buah durian mempunyai kandungan gizi yang cukup. @

Prof. DR. Made Astaman, MS, Dosen di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB