A.Pendahuluan
Dalam rangka pendalaman matakuliah Masalah Khusus, perlu dilaksanakan praktek lapang. Praktek lapang ini akan menjadikan wahana peningkatan pemahaman, persepsi dan sikap mahasiswa dalam mendalami tentang penyaluran informasi dan permasalahan yang ada di bidang pertanian khususnya yang terdapat di wilayah Yogyakarta
Dalam proses analisis masalah adalah, untuk memahami seluruh informasi yang terdapat dalam suatu kasus, menganalisis situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi, dan memutuskan tindakan apa yang harus segera dilaksanakan dan faktor-faktor internal dan eksternal dari suatu permasalahan kemudian memecahkan masalah yang sedang terjadi. Kasus atau masalah yang sedang terjadi kemudian di jelaskan secara detail dengan menggunakan diagram bagaimana (pohon masalah) yang bertujuan untuk menggali sebab-sebab terjadinya suatu masalah
Lokasi praktek dipilih atas pertimbangan bahwa lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga yang berhubungan dalam permasalahan Kelangkaan Pupuk. Tentunya kelangkaan pupuk kimia ini tidak lepas dari faktor internal dan eksternal. Untuk itu menjadi harapan mahasiswa dapat memperoleh informasi yang jelas tentang kelangkaan pupuk kimia ini.
Prosedur dalam penelusuran informasi yang akan dilaksanakan dalam kegitan praktek lapang tersebut adalah mencari informasi kepada sumber mengapa permasalahan itu terjadi? dan bagaimana pemecahannya
Setelah melakukan kunjungan kelapangan, diharapkan mahasiswa dapat membandingkan dengan teori yang di peroleh di kelas, juga mengetahui kelebihan dan kekurangan, peluang dan biaya dari masing-masing alternatip pemecahan masalah sehingga dapat memudahkan proses pemilihan pemecahan yang lebih obyektif.
B.Tujuan
Mahasiswa dapat menelusuri informasi Kelangkaan Pupuk yang terdapat di dilapangan
C.Peserta
Praktek lapang ini dilaksanakan bagi mahasiswa Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Jurusan Penyuluhan Pertanian di Yogyakarta sebanyak 6 orang terdiri dari 6 orang mahasiswa.
D.Pelaksanaan
Praktek kunjungan lapang terselenggarakan pada :
Hari, tanggal :
Pukul :
Tempat : BPP Seyegan dan P.T NASA
E.HASI PENGAMATAN
Dari wawancara yabg telah dilakukan pada waktu kegiatan kunjungan lapang maka diperoleh keterangan sebagai berikut :
1.Distribusi Dari Pabrik Pupuk Ke Petani.
Dibawah ini adalah gambar dari jalur pendistribusian pupuk kimia dari produsen atau pabrik pupuk ke konsumen ( petani )
Dalam jalur distribusi inilah terdapat banyak penyimpangan, sehingga pupuk di pasaran pada saat petani akan memupuk tanaman terutama tanaman padi menjadi langka atau tidak tersedia. Kalaupun ada harga dari pupuk tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah di tetapkan oleh pemerintah
2.Kendala – Kendala Baik Eksternal Maupun Internal Tentang Kelangkaan Pupuk.
Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini. Dua faktor di antaranya adalah:
a)Turunnya produksi pupuk akibat kelangkaan pasokan gas (faktor internal)
b)Terjadinya penyimpangan distribusi akibat adanya disparitas harga pupuk urea (faktor eksternal)
c)Keterbatasan dana petani dalam pembelian pupuk kimia.
3.System Pendataan Yang Kurang Akurat
Sistem dari pendataan yang terdapat di masyarakat petani atau dalam penyusunan RDKK ( Rencana Dasar Kebutuhan Kelompok ) masih lemah. Hal ini dapat diartikan bahwa masih kurang sosialisasi dari pemerintah dalam menerima system pendistribusian langsung lewat kelompok tani. Sehingga membuat jalanya proses pendistribusian pupuk kepada kelompok sedikit terhambat.
4.Kebijakan Yang Diambil Dalam Mengatasi Permasalahan
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh dalam mengatasi pesoalan ini. Terutma kebijakan yang menyangkut penyediaan bahan baku dari pupuk. Pasokan gas yang menjadi bahan baku dalam pembuatan pupuk urea dibatasi oleh pemerintah dikarenakan pemerintah lebih mengutamakan gas tersebut untuk ekspor.
Peningkatan subsidi di bidang pertanian, Indonesia adalah Negara agraris yang mata pencaharian sebagian penduduknya adalah petani tetapi alangkah ironis sekali apabila subsidi dalam sector pertanian hanya ± 20 % saja.
F.Pembahasan
1.Distribusi
Pupuk bersubsidi digunakan untuk keperluan Intensifikasi dan Non Intensifikasi. Pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari dalam negeri dari Lini I maupun impor dari Lini II sampai dengan Lini IV, menjadi tanggung jawab PT Pusri. Dalam hal penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, dilakukan oleh KUD penyalur. pengadaan dan penyaluran pupuk Urea, SP-36/TSP dan ZA dari Lini I sampai dengan IV untuk Sub Sektor Tanaman Pangan dilaksanakan oleh PT Pusri. KUD penyalur ditunjuk oleh PT Pusri, sedangkan KUD pengecer dan pengecer ditunjuk oleh KUD penyalur dengan persetujuan PT Pusri. Akan tetapi dikarenakan KUD-KUD banyak yang tidak berfungsi maka penyaluran pupuk dari lini III dan IV yang seyogyanya KUD dilimpahkan kepada pihak swasta.
PT Pusri sebagai pelaksana dan penanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dari Lini I sampai IV. Produsen pupuk wajib mencantumkan tulisan "Bersubsidi" pada sisi depan kantong pupuk. Penyaluran pupuk urea untuk tanaman pangan, perikanan, peternakan dan perkebunan rakyat dilaksanakan oleh unit niaga PT Pusri, produsen, distributor dan pengecer. SK ini juga memuat tentang persyaratan sebagai distributor.
2.Kendala – kendala yang di hadapi
Terkait masalah pertama, yaitu kelangkaan pupuk akibat kelangkaan pasokan gas pada industri pupuk, hal ini sangatlah ironis. Pasalnya, gas yang merupakan bahan baku utama pupuk urea, sesungguhnya tersedia dalam jumlah yang sangat melimbah di bumi Indonesia. Bahkan Indonesia termasuk negara produsen gas terbesar di dunia. Namun nyatanya hal ini memang terjadi.
Pada tahun 1970-an, Indonesia memiliki pabrik pupuk PT. Asean Aceh Fertilizer (AAF) di Aceh. Pabrik pupuk tersebut merupakan salah satu kebanggan bangsa Indonesia, yang menjadi “simbol kemandirian” pertanian Indonesia. Namun apa dikata, pada tahun 2000, pabrik pupuk ini terpaksa dilikuidasi karena tidak mendapatkan pasokan gas, setelah PT. Exxon Mobil Oil –perusahaan minyak dari AS– tidak lagi mau menyupli gas. Nasib yang sama juga menimpa PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) II. Selama satu tahun, pabrik pupuk ini tidak beroperasi. Baru mulai beroperasi kembali sekitar pertengah April 2006, setelah mendapatkan pasokan gas dari Exxon Mobil Oil, itu pun hanya sampai Oktober 2006 saja. Sedangkan untuk PIM I, sampai Oktober 2006 tidak mendapat kontrak mengenai pasokan gas, sehingga pabrik tersebut tidak beroperasi.
Pasokan gas ke PT. Pupuk Kujang 1B juga belum ada kepastian. Pabrik Kujang 1B yang baru saja diresmikan Presiden SBY, pada April 2006, ternyata hanya memiliki kontrak pasokan gas selama tiga tahun, yakni 1 Januari 2006 hingga 31 Desember 2006.
Semua ini terjadi bukan karena jumlah produksi gas tidak mencukupi kebutuhan; melainkan, produksi gas yang ada lebih banyak dialokasikan untuk memenuhi kontrak pembelian dari luar negeri, terutama Jepang dan Korea. Alasannya karena harga gas di luar negeri jauh lebih tinggi dibanding dalam negeri.
Di luar negeri harga gas mencapai US$ 9,15 per mmBtu, sedangkan harga gas untuk pabrik pupuk hanya sekitar US$ 2-3,2 per mmBtu. Parahnya lagi, sikap demikian ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan swasta seperti PT. Exxon Mobil Oil, tetapi juga dilakukan oleh Pertamina, yang notabene merupakan perusahaan milik negara. Akibatnya kepentingan dalam negeri justru terabaikan, hanya untuk mengejar keuntungan yang belum tentu secara efektif masuk ke kas negara.
Ini semua terjadi akibat pengelolaan sektor pertambangan, termasuk gas, yang didasarkan pada prinsip liberal-kapitalistik. Dengan prinsip ini, pemerintah memposisikan diri seolah sebagai penjual, sementara rakyat diposisikan sebegai pembeli. Pemerintah juga memposisikan diri seolah sebagai pemilik tambang, yang punya otoritas untuk memberikan hak penguasaan tambang kepada swasta, baik dalam negeri maupun asing. Dengan prinsip seperti ini, kepentingan dan hak-hak rakyat untuk mendapatkan manfaat dari hasil tambang sudah pasti akan terabaikan.
Adapun masalah kedua, yaitu kelangkaan pupuk akibat disparitas harga, hal ini terjadi karena di Indonesia diberlakukan dua harga pupuk, yaitu pupuk subsidi untuk petani dan pupuk non subsidi untuk perusahaan perkebunan dan industri. Saat ini pemerintah menetapkan HET (harga eceran tertinggi) untuk pupuk urea bersubsidi sebesar Rp. 1200/kg. Sedangkan harga pupuk non subsidi berkisar antara Rp. 1600 – Rp. 2000 per kilogram. Disparitas harga ini mendorong oknum-oknum distributor dan pedagang pupuk yang ingin meraup keuntungan sepihak melakukan kecurangan dengan menjual pupuk subsidi ke perusahaan perkebunan dan industri. Akibatnya petani kecil justru tidak kebagian pupuk bersubsidi.
Kondisi ini diperparah lagi dengan adanya disparitas harga pupuk antara di dalam negeri dan di luar negeri. Saat ini harga pupuk di luar negeri mencapai US$ 500/ton, atau sekitar Rp. 5500/kg. Peluang ini dimanfaatkan oleh banyak pihak untuk menyelundupkan pupuk ke luar negeri.
Dalam pandangan Islam, kebijakan menjual pupuk dengan dua harga, yaitu harga subsidi dan non subsidi, tidak seharusnya dilakukan. Negara justru wajib mengupayakan ketersediaan pupuk dengan harga yang murah. Sebab, pupuk merupakan kebutuhan vital yang diperlukan untuk menunjang sektor pertanian. Di mana pertanian merupakan sektor yang menentukan ketersediaan pangan dan sandang yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Jika harga pupuk murah, harga pangan dan sandang pun diharapkan bisa menjadi murah. Dengan cara ini, negara bisa menyediakan kebutuhan pangan dan sandang bagi rakyatnya dengan harga yang murah.
Selain itu, gas yang merupakan bahan baku pupuk urea, merupakan produk tambang yang tidak boleh dikomersialkan oleh negara. Sebab, gas termasuk milik umum yang wajib dikelola negara dan dikembalikan hasil dan manfaatnya kepada rakyat. Jadi, jika pabrik pupuk bisa memperoleh gas dengan harga murah atau bahkan gratis, tentu tidak layak ada pupuk yang dijual dengan harga lebih mahal (non subsidi). Dengan cara inilah, masalah disparitas harga pupuk di dalam negeri dapat diatasi, sehingga kelangkaan pupuk akibat disparitas harga dapat dicegah.
Adapun adanya disparitas harga dengan pasar pupuk di luar negeri, yang berpeluang menyebabkan terjadinya penyelundupan, maka hal ini bisa diatasi dengan pengawasan yang ketat oleh negara. Ini hanya masalah teknis, yang tidak sulit untuk diatasi jika negara benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik.
3.System Pendataan Yang Kurang Akurat
Terjadinya kelangkaan pupuk saat datangnya musim tanam pertama (periode Oktober-Maret) disebabkan pelaksanaan distribusi sistem tertutup dengan mekanisme rencana definitif kelompok kerja tani (RDKK) belum sepenuhnya berjalan efektif. Selain bersifat percobaan, penerapan sistem RDKK belum tersosialisasi secara merata di tingkat petani Sistem RDKK semestinya dilakukan mulai 1 Januari 2009. Tetapi hal tersebut seperti dipaksakan. Dalam permasalahan tersebut dapat dilihat adanya unsur pemaksaan dari pihak produsen agar kelihatan pola distribusi sudah optimal. Di sisi lain, tidak ada political will dari pemerintah. Disamping itu perlu ada koordinasi antarelemen penyedia pupuk, sehingga data yang dihasilkan lebih akurat.
4.Kebijakan Yang Diambil Pemerintah
Guna membantu petani, tahun ini pemerintah menyediakan subsidi Rp 14,7 triliun agar harga pupuk tidak terlalu mahal, disesuaikan dengan kemampuan petani. Untuk itu, setiap tahun pemerintah menetapkan jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan kepada petani dengan harga khusus tersebut. Pabrik pupuk menyalurkan pupuk urea dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah, sementara selisih biaya produksi dengan harga jual dibayar pemerintah kepada pabrik pupuk dalam bentuk subsidi.
Namun, karena terbatasnya dana pemerintah, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan kepada petani jumlahnya terbatas, belum mencukupi kebutuhan petani. Sebagai gambaran, berdasarkan survei yang dilakukan Dinas Pertanian di seluruh Indonesia, kebutuhan petani terhadap pupuk bersubsidi sebanyak 5,8 juta ton, namun yang disediakan pemerintah hanya 4,3 juta ton.
Berbagai alasan dikemukakan untuk membatasi jumlah pupuk bersubsidi tersebut, seperti petani terlalu boros menggunakan pupuk urea, dana kurang, dan sebagainya. Tetapi, faktanya terjadi kelangkaan pupuk setiap tahun. Tentu saja pabrik pupuk yang ada tidak bisa semena-mena mengucurkan produksinya untuk menutupi kekurangan pasokan pupuk bersubsidi, karena mereka akan rugi.
G.Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang ada dilapangan tentang Kelangkaan pupuk dapat disimpulkan bahwa:
1.Jalur pendistribusian pupuk yang ada sekarang sebenarnya sudah baik, akan tetapi terdapat oknum yang menyelewengkan dari pihak yang terdapat di lapangan.
2.Berdasarkan pengamatan, terdapat beberapa faktor penyebab kelangkaan pupuk yang terjadi selama ini. Dua faktor di antaranya adalah
a.Turunnya produksi pupuk akibat kelangkaan pasokan gas (faktor internal)
b.Terjadinya penyimpangan distribusi akibat adanya disparitas harga pupuk urea (faktor eksternal)
3.Produksi pupuk di pabrik tidak cukup dengan kebutuhan petani di indonesia
4.Keterbatasan dana petani dalam pembelian pupuk kimia.
Sabtu, 20 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar