Antisipasi Perkembangan OPT Dalam Kaitannya Dengan Perubahan Iklim
Fakta di atas menunjukkan indikasi kuat tentang kaitan perubahan iklim sperti peningkatan suhu dengan masalah hama dan penyakit di Indonesia. Namun demikian untuk pemahaman masalah secara komprehensif perlu dilakukan kajian yang khusus dampak iklim terhadap perubahan hama dan penyakit sehingga dapat dirumuskan langkah antisipasi yang tepat baik oleh pemerintah, maupun masyarakat.
Pada kondisi ini hama-penyakit yang dulunya penting menjadi makin merusak, atau tingkat kerusakannya menjadi lebih besar. Contoh dari kasus ini adalah makin meningkatnya populasi dan kerusakan hama Thrips sp. pada tanaman cabai. Pada tahun kemarau 2006 Thrips menimbulkan kerugian yang besar pada usaha tani cabai di Tegal dan Brebes. Pada saat itu populasi sangat tinggi dan kerusakan berat, dan dilapangan tidak ada satu pestisida sintetik pun yang efektif mengendalikannya Pada tiga tahun terakhir ini menurut pengamatan penulis dan juga Laporan Safari Gotong Royong Nastari-Klinik Tanaman IPB (2007) serangan Thrips sp. Makin berat pada berbagai daerah pertanaman cabai seperti Brebes, Tegal, Pati, Klaten, Magelang dan Wonogiri. Thrips lebih berkembang pada musim kemarau, akan berkembang bila kemaraunya makin kering dan suhu rata-rata makin panas. Sebagai pembanding Thrips palmi pada terong di Taiwan mempunyai suhu optimum untuk perkembangan populasi pada 25 – 30 ยบ C (Chen dan Huang, 2004).
Menghadapi perubahan iklim dalam kaitan dengan perkembangan hama dan penyakit tanaman diperlukan beberapa langkah yang sesuai. Kajian komperehensif dampak perubahan iklim terhadap hama dan penyakit tanaman perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang tepat bagi pemerintah maupun petani. Selain itu diperlukan peningkatan pemahaman agroekosistem oleh petani sehingga lebih jeli mengamati dan mensikapi perubahan yang ada. Beberapa pengetahuan pribumi (indigenous knowledge) yang didasari oleh pengaturan masa tanam seperti pranata mangsa dalam masyarakat Jawa perlu dikaji kembali dan di rejuvenasi menghadapi perubahan yang berlangsung. Melihat masalah hama dan penyakit yang makin berat di Indonesia dari tahun ke tahun, perlu pendekatan sistem Pengendalian Hama Terpadu Biointensif (Bio-intensive IPM) yang mengoptimalkan sumberdaya hayati yang ada. Untuk itu semua, kerjasama antara petani, pemerintah (pusat-daerah), perguruan tinggi/lembaga penelitian , civil society yang riil diperlukan.
Selasa, 02 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar