Kamis, 28 Agustus 2008

obat

Belimbing Manis (Averhoa carambola)
Nama Lokal Belimbing manis (Indonesia), Belimbing manih (Minangkabau); Belimbing legi (Jawa), Belimbing amis (Sunda), ; Bhalimbing manes (Madura), Balirang (Bugis);
Deskripsi Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah, kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m dpi. Pohon yang berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tumbuh tidak ternaungi dan cukup lembab. Belimbing wuiuh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol, percabangan sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru, warnanya coklat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat teiur sampai jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3 cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai, berkelornpok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bungs kecil-kecil berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan. Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 ern, warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam. Biji bentuknya bulat telur, gepeng. Rasa buahnya asam, digunakan sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain, mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan yang kotor atau sebagai bahan obat tradisional. Perbanyakan dengan biji dan cangkok.
Untuk Penyakit Diabetes melitus, Kolesterol, Hipertensi;
Pemanfaatan BAGIAN YANG DIPAKAI : Daun, bunga, buah.
KEGUNAAN:
Bunga:
- Batuk.
- Sariawan (stomatitis)
Daun:
- Perut sakit. Gondongan (Parotitis).
- Rematik.
Buah:
- Batuk rejan.
- Gusi berdarah, sariawan.
- Sakit gigi berlubang.
- Jerawat. Panu.
- Tekanan darah tinggi.
- Kelumpuhan.
- Memperbaiki fungsi pencernaan.
- Radang rektum.
PEMAKAIAN:
Untuk minum: Lihat resep.
Pamakaian luar: Daun secukupnya setelah dicuci bersih digiling halus sampai seperti bubur, dipakai sebagal tapal (pemakaian setempat) pada gondongan, rheumatism, jerawat, panu.
CARA PEMAKAIAN:
1. Pagel linu:
• 1 genggam daun belimbing wuiuh yang masih muda, 10 biji cengkeh,
• 15 biji lada, digiling halus lalu tambahkan cuka secukupnya.
• Lumurkan ketempat yang sakit.

2. Gondongan:
10 ranting muda belimbing wuiuh berikut daunnya dan 4 butir bawang merah setelah dicuci bersih lalu ditumbuk halus. Balurkan ketempat yang sakit.
3. Batuk pada anak.
Segenggam bunga belimbing wuiuh, beberapa butir adas, gula secukupnya dan air 1 cangkir, ditim selama beberapa jam. Setelah dingin disaring dengan sepotong kain, dibagi untuk 2 kali minum, pagi dan malam sewaktu perut kosong.
4. Batuk:
25 kuntum bunga belimbing wuluh, 1 jari rimpang temu-giring, 1 jari kulit kayu manis, 1 jari rimpang kencur, 2 butir bawang merah, 1/4 genggam pegagan, 1/4 genggam daun saga, 1/4 genggam daun inggu, 1/4 genggam daun sendok, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 5 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring, diminum dengan madu seperlunya. Sehari 3 kali 3/4 gelas.
4. Batuk rejan:
• 10 buah belimbing. wuluh dicuci lalu ditumbuk halus-halus, diremas dengan 2 sendok makan air garam, lalu disaring. Minum, lakukan 2 kali sehari.
• Buah belimbing wuiuh dibuat manisan, sehari makan 3 x 6-8 buah.
5. Rematik :
• 100 gr daun muda belimbing wuluh, 10 biji cengkeh dan 15 biji merica dicuci lalu digiling halus, tambahkan cuka secukupnya sampai menjadi adonan seperti bubur. Oleskan adonan bubur tadi ketempat yang sakit.
• 5 buah belimbing wuluh, 8 lembar daun kantil (Michelia champaca L.), 15 biji cengkeh, 15 butir lada hitam, dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis dan 1 sendok makan minyak kayu putih. Dipakai untuk menggosok dan mengurut bagian tubuh yang sakit. Lakukan 2-3 kali sehari.
6. Sariawan:
• Segenggarn bunga belimbing wuluh, gula jawa secukupnya dan 1 cangkir air direbus sampai kental. Setelah dingin disaring, dipakai untuk membersihkan mulut dan mengoles sariawan.
• 2/3 genggam bunga belimbing wuiuh, dicuci lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum, sehari 3 kali 3/4 gelas.
• 3 buah belimbing wuitjh, 3 butir bawang merah, 1 buah pala yang muda, 10 lembar daun seriawan, 3/4 sendok teh adas, 3/4 jari pulosari, dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan 3 sendok makan minyak kelapa, diperas lalu disaring. Dipakai untuk mengoles luka-luka akibat sariawan, 6-7 kali sehari.
7. Jerawat:
• Buah belimbing wuluh secukupnya dicuci lalu ditumbuk halus, diremas dengan air garam seperlunya, untuk menggosok muka yang berjerawat. Lakukan 3 kali sehari,
• buah belimbing wuluh dan 1/2 sendok teh bubuk belerang, digiling halus lalu diremas dengan 2 sendok makan air jeruk nipis. Ramuan ini dipakai untuk menggosok dan melumas muka yang berjerawat. Lakukan 2-3 kali sehari.
8. Panu:
10 buah belimbing wuluh dicuci lalu digiling halus, tambahkan kapur sirih sebesarbiji asam, diremas sampai rata. Ramuan ini dipakai untuk menggosok kulit yang terserang panu. Lakukan 2 kali sehari.
9. Darah tinggi.
• 3 buah belimbing wuluh dicuci lalu dipotong-potong seperlunya, direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, minum setelah makan pagi.
• 10 buah belimbing wuiuh, 1 jari rimpang kunyit, 1/4 genggam daun meniran, 3 jari labu air, 3 jari gula enau, dicuci dan dipotong-potong seperlunya, lalu direbus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 1/4 gelas. Setelah dingin disaring, minum. Sehari 3 x 3/4 gelas.
10. Sariawan usus, getah empedu sedikit : Buah diolah menjadi selai, makan.
11. Sakit gigi berlubang:
5 buah belimbing wuiuh dicuci bersih, makan dengan sedikit garam, kunyah ditempat gigi yang berlubang.

Obat Tradisional

Jambu Biji Obat HIV
Tak jelas mengapa jambu ini dinamai klutuk. Mungkin karena buahnya punya beribu biji, yang kalau dikunyah berbunyi gemerutuk.
Mungkin juga ada sebab lain yang "tak tercatat dalam sejarah". Namun, apalah arti sebuah nama. Apalagi jika jambu itu ternyata punya khasiat istimewa.
Bisa dimaklumi kalau sebagian besar Anda lebih mengenal buah jambu klutuk (Psidium guajava) sebagai makanan di waktu senggang (atau saat tak ada penganan lain yang bisa disantap).
Ada juga yang menyebutnya sebagai buah "terkutuk". Biji buah tropis yang keras dan banyak ini memang cukup mengganggu. Apalagi jika biji-biji itu masuk ke sela-sela gigi berlubang, butuh usaha ekstra untuk mengungkitnya.
Tapi siapa sangka, di balik kekerasan isinya, terdapat kemampuan menyembuhkan banyak penyakit. Tak hanya buahnya, daun dan batang klutuk pun bermanfaat. Bahkan, air seduhan daun jambu biji itu kini tengah diteliti secara intensif, karena "dicurigai" punya potensi menghambat, bahkan membunuh virus penyakit demam berdarah dan HIV.
Keluarga obat
Di Cina dan Asia Tenggara sendiri, jambu klutuk alias guajava, terutama daunnya, sudah sejak lama dikenal sebagai obat.
Mulai obat penyembuh radang usus besar, menghilangkan infeksi, penyembuh diare, disentri, sampai obat untuk menghentikan perdarahan. Bahkan di pedesaan, tumbukan daun jambu biji lazim juga digunakan sebagai obat luka karena cidera, luka karena perdarahan, serta bisul-bisul.
Jambu biji memang diketahui memiliki sejumlah zat aktif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat, terutama daunnya, yang banyak mengandung minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guaja vermin, dan beberapa vitamin, terutama vitamin A, B, C berikut beberapa mineral. Khusus daunnya, diperkirakan bisa mengandung hingga 9% eutenol, 3% damar, dan kalsium oksalat.
Menurut sejumlah literatur yang membahas obat-obatan tradisional, potensi obat tumbuhan jambu klutuk memang sangat lengkap. Bukan hanya daunnya yang kaya zat-zat penyembuh. Tapi juga buah, bunga, dan kulit batangnya.
Akar dan kulit batang jambu klutuk dapat digunakan sebagai decoct atau infusum, obat diare, atau gastroenteritis (radang selaput lendir lambung dan usus) terutama pada anak-anak. Selain itu, batangnya bisa juga digunakan sebagai obat sariawan. Bahkan di pedesaan, seduhan campuran daun jambu biji dengan daun sirih, kerap digunakan untuk mencuci lubang senggama agar tidak gatal-gatal karena bakteri.
Jambu biji sendiri sebenarnya bukan tanaman asli Indonesia. Dia berasal dari kawasan tropis Amerika, kemudian menyebar antara lain ke Malaysia, India, Sri Lanka, Vietnam, Indonesia, dan kawasan Pasifik. Di Indonesia, tanaman ini bisa tumbuh di berbagai tempat berbeda. Mulai dataran rendah (pantai) sampai dataran tinggi berketinggian 1.200 m di atas permukaan laut.
Dia juga dapat tumbuh sembarang, baik di lapangan terbuka maupun semak belukar. Banyak penduduk yang menanam tumbuhan ini sebagai tanaman pekarangan, tapi anehnya jarang yang membudidayakannya sebagai tanaman kebun. Pamornya seolah-olah masih kalah dengan keluarga jambu lainnya. Padahal, nilai ekonomis jambu klutuk tidak kalah dengan jambu air, misalnya.
Jambu klutuk lazimnya berbunga pada bulan September - Oktober, serta berbuah pada bulan Februari - Maret setiap tahunnya. Perbanyakan tanaman lebih sering dilakukan dengan mencangkok. Bukan berarti menanam langsung dari bijinya dilarang. Namun, cara terakhir ini kurang praktis, karena butuh waktu lebih lama. Buah mudanya agak keras, tapi makin masak (berwarna kuning) makin lunak pula dagingnya.
Bentuk buahnya ada yang bulat, ada pula yang lonjong. Sedangkan kulit buahnya tipis, sehingga orang jarang mengupasnya sebelum dimakan. Buah yang sudah masak bagian dalamnya berwarna merah atau kuning, berasa manis atau ada pula yang manis keasaman, karena banyak mengandung vitamin C. Jadi, kalau Anda punya kebun jambu klutuk di pekarangan, tak usah repot-repot lagi beli suplemen vitamin C.
Terakhir, sekadar informasi, puluhan pakar dari sebuah Fakultas Kedokteran di Taipei dua ta-hun terakhir ini tengah bergelut mencari dan mengembangkan senyawa aktif yang dapat menghambat perkembangan HIV. Prof. Yang Ling Ling, ketua tim peneliti tersebut menyatakan, timnya telah menemukan senyawa flavonoid dari beberapa tanaman yang dapat menghambat perkembangan HIV. Salah satunya, ya si guajava tadi. Anda masih percaya si klutuk buah terkutuk? (intisari)
Penulis: H. Unus Suriawiria, Guru Besar Bioteknologi dan Agroindustri, di Bandung

Kultur jaringan

PERBANYAK BIBIT PISANG SECARA KULTUR JARINGAN
PENDAHULUAN
Teknik Kultur Jaringan adalah mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap
Keuntungan Kultur Jaringan adalah :
• Menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, bermutu, seragam dalam waktu singkat
• Sifat tanaman sama dengan induknya
• Kesehatan bibit lebih terjamin
• Kecepatan tumbuh lebih cepat dibanding konvensional
Langkah-langkah dalam proses Kultur Jaringan meliputi :
• Pembuatan media
• Inisiasi
• Sterilisasi
• Multiplikasi
• Pengakaran
• Aklimatisasi
Media
Merupakan faktor penentu dalam perbanyak secara Kultur Jaringan.
Komposisi Media (MS) dalam Kultur Jaringan pisang adalah sebagai berikut :
• Garam Mineral mg/l
• NH4N03 1650
• KN03 1900
• CaCl2.2H20 440
• MgS04.7H20 370
• KH2P04 170
• FeS04.7H20 27,8
• Na2EDTA 37,3
• MnS04.4H20 22,3
• ZnS04.7H20 8,6
• H3B03 6,2
• KI 0,83
• Na2Mo04.2H20 0,25
• CuS04.5H20 0,025
• CoC12.6H20 0,025
• Vitamin mg/l
• Myo-inositol 100
• Pyridoxine 0,5
• Niacine 0,5
• Thiamine 0,1
• Glycine 2,0

• Hormon mg/l
• BAP 5-10
• NAA 0,1-0,5
Bahan tambahan : Gula 30 g/l, air kelapa 150 ml/l, agar 6,2 g/l, pH 5,6-5,8
Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan di Kultur
• Anakan
• Cuci dengan air mengalir
• Dikecilkan dengan pisau
• Dimasukan dalam media
Sterilisasi
• Sterilisasi luar :
Eksplan direndam dalam larutan Agrimycine 2 mg/l dan Benlate 2 mg/l selama 1 -24 jam
• Sterilisasi dalam Laminar Air Flow
§ Rendam eksplan dalam larutan clorox 30% selama 15 menit
§ Bilas 2 x dengan air steril
§ Kupas 1-2 pelepah
§ Rendam dalam larutan clorox 15% selama 10 menit
§ Bilas 2x dengan air steril
§ Kupas 1-2 pelepah
§ Kupas sampai sisa 3 daun pelepah ukuran 1,5 x 1,5 cm
§ Celup dalam larutan clorox 1% dan tanam di media
Lama waktu inisiasi dalam kondisi normal adala 4 minggu (minimal telah 2 x subkultur), selanjutnya masuk tahap multiplikasi
Multiplikasi
Multiplikasi adalah kegiatan pemotongan dan pemindahan eksplan ke media baru
Pengakaran
Hasil multiplikasi selanjutnya dipindah dalam media pengakaran sehingga terbentuk tanaman yang sempurna (planlet)
Media pengakaran adalah MS + 5 ppm NAA + Charcoal 1 g/l
Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah proses penyesuaian palnlet dari kondisi mikro dalam botol (heterotrof) ke kondisi lingkungan luar (autotrof)
Pemilihan Kultur
Botol kultur dipelihara dalam ruang kultur aseptik (steril) dengan suhu 18-25 C dan intensitas cahaya 3000 - 10.000 lux selama 16 jam/hari.
Diposting
Sadish balasubramian, Perbanyakan Bibit Pisang Secara Kultur Jaringan, Blogsome

Durian

DURIAN Bukan Buah Terlarang!
Meskipun mendapat julukan The King of the Fruit, rajanya buah, durian menjadi buah yang kontroversial. Perbedaan pendapat itu seputar berbahaya atau tidak mengonsumsi durian bagi kesehatan si konsumen. Buah bergizi tinggi ini bukan buah terlarang, karena kadar lemaknya jauh lebih rendah dibanding lemak hewani.

Kekayaan alam yang kita miliki patut untuk disyukuri. Alam tropis Indonesia memberikan anugerah yang cukup besar berupa keragaman hayati. Beragam flora tumbuh dan berkembang dengan baik di negeri ini, di antaranya adalah buah-buahan.

Banyak jenis buah tropis menjadi kegemaran turis asing dan lokal, sehingga merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka. Kunjungan ke kebun-kebun buah yang telah dijadikan obyek agrowisata merupakan bukti akan hal tersebut.

Untuk memenuhi permintaan konsumen akan buah di luar negeri, telah dilakukan ekspor ke beberapa negara. Ini menjadi bukti, bahwa anggapan mutu buah-buahan lokal kalah dengan buah impor, tidak sepenuhnya benar.

Namun kenyataan membanjirnya buah impor di pasaran, diakibatkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi buah untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal.

Meningkatnya konsumsi buah-buahan menunjukkan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat akan pentingnya vitamin dan mineral. Buah-buahan juga merupakan sumber serat pangan (dietary fibre) yang sangat berguna bagi kelancaran proses pencernaan makanan di dalam tubuh manusia, sehingga sangat bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi, stroke, dan berbagai kanker.

Banyak buah-buahan Indonesia yang dimasukkan ke dalam kategori buah unggul. Namun demikian, baru sekitar sembilan jenis buah yang varietas unggulnya telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Kesembilan jenis buah tersebut adalah anggur, apel, alpukat, belimbing, durian, mangga, nangka, rambutan dan salak. Di antara kesembilan jenis buah tersebut, durianlah yang memiliki varietas unggul terbanyak.

Rajanya Buah
Durian (Durio zibenthinus Murr.) mendapat julukan sebagai The King of the Fruit. Buah ini sudah dikenal dan banyak dibudidayakan di daerah tropis terutama Indonesia.

Produksi yang melimpah dan banyak disukai menyebabkan durian mempunyai prospek yang baik. Rasanya yang lezat dan aromanya yang khas menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar buah berduri ini.

Pada awalnya, tanaman ini tumbuh liar dan terpencar-pencar di hutan Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Indonesia, Thailand, India dan Pakistan. Seiring dengan perkembangannya tersebut, kini telah ditemukan 300 spesies yang bermarga Durio di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, telah ditemukan sekitar 27 spesies. Akan tetapi dari jumlah spesies tersebut, baru enam spesies yang umum dikonsumsi masyarakat

Durio zibenthinus Murr. merupakan spesies yang sangat digemari masyarakat dan paling sukses dibudidayakan. Tanaman ini termasuk tanaman musiman berasal dari Kalimantan dan Sumatera. Secara morfologi buah durian ini dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu kulit, daging buah dan biji. Pada bagian kulit luar (perikarp) buah durian memiliki duri-duri yang sangat tajam.

Tanaman durian memiliki sosok berupa pohon tinggi yang dapat mencapai ketinggian 50 meter, dan dapat tumbuh mencapai umur ratusan tahun. Warna daging buahnya pun bervariasi, yaitu putih, krem, kuning muda, kuning kehijauan dan ada pula yang berwarna kuning tembaga. Di dalam buah terdapat pongge, yaitu biji yang diselimuti oleh daging buah.

Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tempat yang subur, bertanah gembur dan tidak bercadas. Dalam setiap musim, jumlah buah yang dihasilkan bisa sekitar 80-100 buah per pohon, tergantung besarnya pohon.

Sedangkan pohon yang telah cukup tua, bisa menghasilkan 200 buah per pohon. Musim berbunga pohon durian dimulai pada bulan Juni sampai September, dan buah akan menjadi matang pada bulan Oktober sampai Februari.

Durian dapat dikembangbiakkan melalui tiga cara, yaitu secara vegetatif, generatif, serta campuran antara vegetatif dan generatif. Namun umumnya durian diperbanyak secara generatif dengan menggunakan biji. Perbanyakan ini akan menghasilkan keturunan yang bervariasi, dengan sifat-sifat yang berlainan dari sifat tanaman induk, karena durian adalah tanaman yang menyerbuk silang.

Untuk mempertahankan sifat-sifat yang sama dengan tanaman induk, maka ada pula yang dilakukan dengan perbanyakan vegetatif. Cara yang biasanya dilakukan adalah dengan okulasi (penempelan mata atau budding).

Varietas Unggul
Harga durian yang bervariasi sangat ditentukan oleh faktor keunggulannya.

Semakin unggul jenisnya, semakin tinggi pula harganya. Saat ini Menteri Pertanian telah melepas 13 jenis varietas durian sebagai varietas unggul.

Ketigabelas varietas itu adalah durian bokor (asal Majalengka), durian kani (introduksi dari Thailand), durian otong (introduksi dari Thailand), durian perwira (asal Majalengka), durian petruk (asal Jepara), durian si dodol (asal Kalimantan Selatan), durian si hijau (asal Kalimantan Selatan), durian si japang (asal Kalimantan Selatan), durian si mas (asal Bogor), durian si tokong (asal Pasar Minggu), durian si riwig (asal Majalengka), durian sukun (asal Gempolan), dan durian sunan (asal Boyolali).

Durian-durian tersebut sering diekspor, tetapi secara kuantitatif belum memenuhi permintaan pasar. Secara umum perbedaan-perbedaan yang terdapat pada durian jenis unggul tersebut terletak pada penampilan, warna, serta daging buahnya.

Kehadiran durian monthong (asal Thailand), memiliki keharuman nama tersendiri. Sifat-sifat yang dikatakan unggul pada durian monthong adalah rasa daging buahnya yang manis, berwarna kuning, tebal serta berbiji kecil, bahkan kadangkala kempes, aroma tajam dan khas. Keunggulan lainnya adalah penampilan tajuk pohon yang bercabang rendah dan berbuah lebat.

Selain durian unggul di atas terdapat jenis buah lain, yaitu durian parung. Buah durian parung berbentuk bulat memanjang berwarna hijau keabuan, daging buah tebal dan berwarna kuning, sedikit berserat dan biji berukuran kecil.

Semakin Berlemak, Semakin Gurih
Bagian yang dapat dimakan dari satu buah durian adalah sekitar 22%, yaitu bagian daging buahnya.

Bagian lainnya adalah kulit luar (pericarp) dan biji (pongge). Bagian kulit biasanya dibuang, sedangkan bagian biji dapat diolah menjadi tepung, keripik atau dimakan setelah direbus.

Daging buah durian dapat dimakan dalam keadaan segar atau diolah menjadi berbagai produk olahan. Di Palembang dan daerah Sumatera lainnya, daging buah durian umumnya diolah menjadi tempoyak, yaitu bubur buah yang ditambah garam dan difermentasi (diragikan), dapat digunakan sebagai lauk pauk.

Selain itu, daging buah durian juga dapat diolah menjadi dodol durian, keripik durian (seperti keripik nangka), bahan campuran es krim atau es putar. Daging buah yang hampir masak dapat digunakan untuk sayuran.

Dalam perkembangannya saat ini, daging buah durian juga dapat diawetkan dengan cara dibekukan atau dikalengkan.

Komposisi gizi buah durian sangat beragam, tergantung dari jenis, umur buah (kematangan) serta tempat tumbuhnya. Namun secara umum, buah durian mempunyai kandungan gizi yang cukup. @

Prof. DR. Made Astaman, MS, Dosen di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB

Banjir

600 Ha tanaman Horti Terancam Puso Di Prop Jawa Tengah Dan Jawa Timur

Departemen Pertanian (Deptan) mengungkapkan selama 2007 lebih 600 hektar (ha) areal tanaman hortikultura meliputi sayuran dan buah-buahan mengalami gagal panen atau puso akibat bencana banjir.
Areal tanaman sayur-sayuran yang terkena banjir seluas 663,1 ha dengan gagal panen 468,7 ha atau lebih tinggi dibanding tanaman buah-buahan yakni seluas 228,1 ha yang mana puso mencapai 146,3 ha.

Komoditas sayuran yang mengalami gagal panen pada 2007 yakni cabai, bawang merah, bawang putih, kentang, tomat, kubis, kacang panjang, ketimun, terong, sawi, bayam, pare, gambas, wortel dan kangkung. Sedangkan untuk buah-buahan terdiri jeruk, pisang, rambutan, durian, salak, semangka, alpukat dan melon.
Sementara itu mengenai pengaruh bencana banjir di Jawa Tengah dan Jawa Timur selama dua bulan terakhir terhadap komoditas hortikultura, dia menyebutkan, di kedua provinsi tersebut selama Desember hingga Januari 2008 sebanyak 39,3 ha terkena banjir yagn mana 25 ha diantaranya gagal panen.

Di Jawa Tengah sebanyak 25,3 ha tanaman pisang, cabe, bawang merah dan kacang panjang yang tersebar di Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Demak dan Sragen terkena banjir dengan tingkat puso mencapai 11 ha.

Sedangkan di Jawa Timur seluas 14 ha tanaman cabai, terong, gambas, timun dan melon di Kabupaten Kediri, Magetan, Ngawi dan Trenggalek terkena banjir dan keseluruhannya mengalami gagal panen.

Selasa, 26 Agustus 2008

Pertanian Organik

TEKNOLOGI BUDIDAYA ORGANIK
Memasuki abad ke-21 banyak keluhan-keluhan masyarakat utamanya masyarakat menengah ke atas tentang berbagai penyakit seperti stroke, penyempitan pembuluh darah, pengapuran, dan lain-lain, yang disebabkan pola makan. Banyak sekali bahan makanan yang diolah dengan berbagai tambahan bahan kimia. Disamping itu budaya petani yang menggunakan pestisida kimia dengan frekuensi dan dosis berlebih akan menghasilkan pangan yang meracuni tubuh konsumen. Adanya logam-logam berat yang terkandung di dalam pestisida kimia akan masuk ke dalam aliran darah. Bahkan makan sayur yang dulu selalu dianggap menyehatkan, kini juga harus diwaspadai karena sayuran banyak disemprot pestisida kimia berlebih.Pada saat ini satu dari empat orang Amerika mengkonsumsi produk organik. Di negara itu, laju pertumbuhan produk organik sangat luar biasa, yakni lebih dari 20 % setiap tahunnya dalam sepuluh tahun terakhir ini, dan hal tersebut membuat pertanian organik tumbuh sangat cepat dalam mengisi sektor ekonomi (Wood, Chaves dan Comis, 2002). Dalam era globalisasi, pasar sayuran organik sangat terbuka dan saat ini Australia telah mengambil peluang ini dengan mengekspor sayuran organik ke pasar Amerika, beberapa negara Eropa seperti Inggris, Jerman dan Perancis, Jepang, juga ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Singpura (McCoy, 2001). Keadaan ini juga dicermti negara Asia seperti Thailand yang sejak tahun 1995 telah mengeluarkan standarisasi dan sertifikasi tentang produk organik (ACT, 2001).
Peluang Indonesia menjadi produsen pangan organik dunia, cukup besar. Disamping memiliki 20% lahan pertanian tropic, plasma nutfah yang sangat beragam, ketersediaan bahan organik juga cukup banyak. Namun menurut IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) Indonesia baru memanfaatkan 40.000 ha (0.09%) lahan pertaniannya untuk pertanian organik, sehingga masih diperlukan berbagai program yang saling sinergis untuk menghantarkan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik terkemuka
Indonesia yang beriklim tropis, merupakan modal SDA yang luar biasa dimana aneka sayuran, buah dan tanaman pangan hingga aneka bunga dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Survey BPS (2000) menunjukkan produksi sayuran di Indonesia, diantaranya bawang merah, kubis, sawi, wortel dan kentang berturut-turut 772.818, 1.336.410, 484.615, 326.693 dan 977.349 ton pada total area seluas 291.192 Ha. Selanjutnya survey yang dilakukan oleh Direktorat Tanaman Sayuran, Hias dan Aneka Tanaman menunjukkan bahwa kebutuhan berbagai sayuran di 8 pasar swalayan di Jakarta sekitar 766 ton per bulan, dimana sekitar 5 % adalah sayuran impor (Rizky, 2002).
Sistem Pertanian Organik Sejak tahun 1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu kendala yang cukup berat bagi petani, selain mengubah budaya yang sudah berkembang 35 tahun terakhir ini pertanian organik membuat produksi menurun jika perlakuannya kurang tepat.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCl dll) dan pestisida sintetik sebagai budaya bertani sejak 35 tahun terakhir ini. Apalagi penggunaan pestisida, fungisida pada petani sudah merupakan hal yang sangat akrab dengan petani kita. Itulah yang digunakan untuk mengendalikan serangan sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya.
Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya adalah karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Bahkan selama enam dekade ini, pestisida telah dianggap sebagai penyelamat produksi tanaman selain kemajuan dalam bidang pemuliaan tanaman. Pestisida yang beredar di pasaran Indonesia umumnya adalah pestisida sintetik. Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002).
Sebenarnya, petani kita di masa lampau sudah menerapkan sistem pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya kebijakan sistem pertanian kimiawa yang berkembang pesat sejak dicanangkannya kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang yang berkembang pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di Indonesia.
Sistem pertanian organik sebenarnya sudah sejak lama diterap kan di beberapa negara seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Amerika Serikat (Koshino, 1993). Pengembangan pertanian organik di beberapa negara tersebut mengalami kemajuan yang pesat disebabkan oleh kenyataan bahwa hasil pertanian terutama sayur dan buah segar yang ditanam dengan pertanian sistem organik (organic farming system) mempunyai rasa, warna, aroma dan tekstur yang lebih baik daripada yang menggunakan pertanian anorganik (Park 1993 dalam Prihandarini, 1997).
Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman (jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis) sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.
Teknik Budidaya Organik
Teknik Budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis harus berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan, tapi Bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan. Terkait dengan itu, teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tetapi harus secara profesional. Ini berarti pengelola usaha ini harus mengenal betul apa yang dikerjakannya, mampu membaca situasi dan kondisi serta inovatif dan kreatif. Berkaitan dengan pasar (market), tentunya usaha agribisnis harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan berlanjut, agar produk yang telah dikenal pasar dapat menguasai dan mengatur pedagang perantara bahkan konsumen dan bukan sebaliknya.
Teknik budidaya organik merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan konsumen. Berbagai sayuran khususnya untuk dataran tinggi, yang sudah biasa dibudidayakan dengan sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis (Brassica oleraceae var. capitata L.), Brokoli (Brassica oleraceae var. italica Plenk.), Bunga kol (Brassica oleraceae var. brotritys.), Andewi (Chicorium endive), Lettuce (Lactuca sativa), Kentang (Solanum tuberosum L.), Wortel. (Daucus carota).
Sayuran ini, mengandung vitamin dan serat yang cukup tinggi disamping juga mengandung antioksidan yang dipercaya dapat menghambat sel kanker. Semua jenis tanaman ini ditanam secara terus menerus setiap minggu, namun ada juga beberapa jenis tanaman seperti kacang merah (Vigna sp.), kacang babi (Ficia faba), Sawi (Brassica sp) yang ditanam pada saat tertentu saja sekaligus dimanfaatkan sebagai pupuk hijau dan pengalih hama. Ada juga tanaman lain yang ditanam untuk tanaman reppelent (penolak) karena aromanya misalnya Adas.
Dalam upaya penyediaan media tanam yang subur, penggunaan pupuk kimia juga dikurangi secara perlahan. Untuk memperkaya hara tanah, setiap penanaman brokoli selalu diberi pupuk kandang ayam dengan dosis 20 ton/ha. Lahan bekas tanaman brokoli selanjutmya dirotasi dengan tanaman wortel yang dalam penanamannya tidak perlu lagi diberi pupuk kandang. Nantinya setelah tanaman wortel dipanen atau 100 hari kemudian, lahan tersebut dapat ditanami brokoli kembali.
Pupuk Organik
Peningkatan mutu intensifikasi selama tiga dasawarsa terakhir, telah melahirkan petani yang mempunyai ketergantungan pada pupuk yang menyebabkan terjadinya kejenuhan produksi pada daerah-daerah intensifikasi padi. Keadaan ini selain menimbulkan pemborosan juga menimbulkan berbagai dampak negatif khususnya pencemaran lingkungan. Oleh karena itu perlu upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan. Adanya kejenuhan produksi akibat penggunaan pupuk yang melebihi dosis, selain menimbulkan pemborosan juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif terutama pencemaran air tanah dan lingkungan, khususnya yang menyangkut unsur pupuk yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K).
Selain itu, pemberian nitrogen berlebih disamping menurunkan efisiensi pupuk lainnya, juga dapat memberikan dampak negatif, diantaranya meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah tersebut, sehingga kaidah penggunaan sumber daya secara efisien dan aman lingkungan dapat diterapkan.
Efisiensi penggunaan pupuk saat ini sudah menjadi suatu keharusan, karena industri pupuk kimia yang berjumlah enam buah telah beroperasi pada kapasitas penuh, sedangkan rencana perluasan sejak tahun 1994 hingga saat ini belum terlaksana. Di sisi lain, permintaan pupuk kimia dalam negeri dari tahun ke tahun terus meningkat, diperkirakan beberapa tahun mendatang Indonesia terpaksa makin banyak mengimpor pupuk kimia. Upaya peningkatan efisiensi telah mendapat dukungan kuat dari kelompok peneliti bioteknologi berkat keberhasilannya menemukan pupuk organik yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Pengembangan industri pupuk organik mempunyai prospek yang cerah dan menawarkan beberapa keuntungan, baik bagi produsen, konsumen, maupun bagi perekonomian nasional.
Upaya pembangunan pertanian yang terencana dan terarah yang dimulai sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Namun di balik keberhasilan tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Keadaan ini sangat memberatkan petani, lebih-lebih dengan adanya kebijakan penghapusan subsidi pupuk dan penyesuaian harga jual gabah yang tidak berimbang.
Beberapa penelitian yang menyangkut efisiensi penggunaan pupuk, khususnya yang dilakukan oleh kelompok peneliti bioteknologi pada beberapa tahun terakhir, sangat mendukung upaya penghematan penggunaan pupuk kimia. Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan peningkatan daya dukung tanah dan/atau peningkatan efisiensi produk pupuk dengan menggunakan mikroorganisme. Penggunaan mikroorganisme pada pembuatan pupuk organik, selain meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk, juga akan mengurangi dampak pencemaran air tanah dan lingkungan yang timbul akibat pemakaian pupuk kimia berlebihan.
Industri pupuk organik saat ini mulai tumbuh dan berkembang, beberapa perusahaan yang bergerak dibidang pupuk organik cukup banyak bermunculan, antara lain seperti ; PT Trimitra Buanawahana Perkasa yang bekerjasama dengan PT Trihantoro Utama bersama Pemda DKI Jakarta dan Pemkot Bekasi yang saat ini akan mengolah sampah kota DKI Jakarta, PT Multi Kapital Sejati Mandiri yang bekerjasama dengan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dan Pemda Kabupaten Brebes Jawa Tengah yang mengolah sampah kota dan limbah perdesaan. PT PUSRI selain memproduksi pupuk kimia, saat ini bersama PT Trihantoro Utama dan Dinas Kebersihan Pemda DKI Jakarta juga memproduksi pupuk organik. Sampah dan limbah organik diolah dengan menggunakan teknologi modern dengan penambahan nutrien tertentu sehingga menghasilkan pupuk organik yang berkualitas.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi. Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian, baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia). Lebih lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.
Beberapa hasil penelitian di daerah Pati, Lampung, Magetan, Banyumas, organik terbukti dapat menekan kebutuhan pupuk urea hingga 100 persen, TSP/SP36 hingga 50 persen, kapur pertanian hingga 50 persen. Biaya yang dihemat mencapai Rp. 50.000/ha, sedangkan produksi kedelai meningkat antara 2,45 hingga 57,48 persen. Keuntungan yang diperoleh petani kedelai naik rata-rata p. 292.000/ha, terdiri dari penghematan biaya pemupukan sebesar Rp. 50.000/ha, dan kenaikan produksi senilai Rp. 242.000/ha (Saraswati et al., 1998).
Aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan separuh takaran dosis standar pupuk kimia (anorganik) dapat menghemat biaya pemupukan. Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang, jagung, dan padi) juga menunjukkan hasil yang menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya pupuk, juga dapat meningkatkan produksi khususnya untuk dosis 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik (Goenadi et. al., 1998). Pada kombinasi 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk organik tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar 20,73 persen untuk tanaman kentang ; 23,01 persen untuk jagung ; dan 17,56 persen untuk padi. Produksi meningkat masing-masing 6,94 persen untuk kentang, 10,98 persen untuk jagung, dan 25,10 persen untuk padi. Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi biaya produksi sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya produksi. Dengan adanya diversifikasi produk dari pupuk organik ini maka prospek pengembangan industri pupuk organik ke depan akan semakin menguntungkan sehingga lahan pekerjaan baru akan semakin luas.
Pengendalian Hama & Penyakit yang Organik
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Seperti diketahui, terdapat sekitar 10.000 spesies serangga yang berpotensi sebagai hama tanaman dan sekitar 14.000 spesies jamur yang berpotensi sebagai penyebab penyakit dari berbagai tanaman budidaya. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya adalah karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Cara-cara lain dalam pengendalian OPT selain pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu cara pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis. Pestisida dapat berasal dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida dapat merupakan bahan organik maupun anorganik. Secara umum disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis, dan senyawa tumbuh sintetis.
OPM versus IPM
Ada istilah yang juga penting untuk diketahui yaitu Organik Pest Management (OPM), yaitu pengelolaan hama dan penyakit menggunakan cara-cara organik. Selama ini telah lama dikenal istilah Pengendalian Hama Terpadu atau Integrated Pest Management (IPM). Persamaan diantara keduanya adalah bagaimana menurunkan populasi hama dan patogen pada tingkat yang tidak merugikan dengan memperhatikan masalah lingkungan dan keuntungan ekonomi bagi petani. Walaupun demikian, ada perbedaan-nya yaitu bahwa pestisida sintetik masih dimungkinkan untuk digunakan dalam PHT, walaupun penggunaannya menjadi ‘bila perlu’. ‘Bila perlu’ berarti bahwa aplikasi pestisida boleh dilakukan bila cara-cara pengendalian lainnya sudah tidak dapat mengatasi OPT padahal OPT tersebut diputuskan harus dikendalikan karena telah sampai pada ambang merugikan.
Bila dalam PHT masih digunakan pestisida sintetik, maka PHT tidak dapat dimasukkan sebagai bagian dalam pertanian organik. Akan tetapi, bila pestisida sintetik dapat diganti dengan pestisida alami, yang kemudian disebut sebagai pestisida organik, atau cara pengendalian lain non-pestisida maka PHT dapat diterapkan dalam pertanian organik. Cara-Cara Pengendalian Non-Pestisida yang Aman Lingkungan Banyak cara pengendalian OPT selain penggunaan pestisida yang dapat digunakan dalam pertanian organik. Salah satunya yaitu dengan menghindarkan adanya OPT saat tanaman sedang dalam masa rentan. Cara menghindari OPT dapat dilakukan dengan mengatur waktu tanam, pergiliran tanaman, mengatur jarak tanam ataupun dengan cara menanam tanaman secara intercropping. Selain itu, penggunaan varietas tahan merupakan suatu pilihan yang sangat praktis dan ekonomis dalam mengendalikan OPT. Walaupun demikian, penggunaan varietas yang sama dalam waktu yang berulang-ulang dengan cara penanaman yang monokultur dalam areal yang relatif luas akan mendorong terjadinya ras atau biotipe baru dari OPT tersebut.
Cara fisik dan mekanis dalam pengendalian OPT dapat dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain dengan sanitasi atau membersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman sakit atau hama. Selain itu, hama dapat diambil atau dikumpulkan dengan tangan. Hama juga dapat diperangkap dengan senyawa kimia yang disebut sebagai feromon, atau menggunakan lampu pada malam hari. Hama juga dapat diusir atau diperangkap dengan bau-bauan lain seperti bau bangkai, bau karet yang dibakar dan sebagai-nya. Penggunaan mulsa plastik dan penjemuran tanah setelah diolah dapat menurunkan serangan penyakit tular tanah. Hama dapat pula dikendalikan dengan cara hanya menyemprotkan air dengan tekanan tertentu atau dikumpulkan dengan menggunakan penyedot mekanis.
Pengendalian dengan cara biologi merupakan harapan besar untuk pengendalian OPT dalam pertanian organik. Cara ini antara lain menyang-kut penggunaan tanaman perangkap, penggunaan tanaman penolak (tanaman yang tidak disukai), penggunaan mulsa alami, penggunaan kompos yang memungkinkan berkembangnya musuh alami dalam tanah, dan penggunaan mikroba sebagai agen pengendali.

info

INFO HORTIKULTURA

Hobi berkebun kini makin digemari. Banyak dilakukan di pekarangan rumah, halaman sekolah, atau tempat-tempat terbuka lainnya. Di Jakarta, kegemaran ini telah merambah sudut-sudut perumahan serta bantaran sungai. Memanfaatkan lahan tidur untuk pertanian kota (urban agriculture). Namun, dapatkah kegiatan berkebun diwujudkan didalam rumah? Dengan sisa lahan yang sempit lagipula terbatas.tanpa harus banyak mengeluarkan waktu biaya, atau tenaga. Bisa saja, vertikultur adalah jawabannya.
Melalui sedikit kreativitas, sebuah kebun kecil dapat dipindahkan ke dalam rumah. Nama
vertikultur berasal dari bahasa Inggris, verticulture. Istilah ini terdiri dari dua kata , yaitu vertical dan culture. Di dalam dunia bercocok tanam, perngertian vertikultur adalah budidaya pertanian dengan cara bertingkat atau bersusun. Pada dasamya jenis tani ini tidak jauh berbeda dengan mengolah tanah di kebun atau sawah. Perbedaan yang mencolok hanya terletak pada lahan yang digunakan dalam sistem pertanian konvensional misalnya, satu meter persegi mungkin hanya bisa menanam lima batang pohon. Dengan pola ini, mampu ditanami sampai 20 batang.
”Teknik bercocok tanam bertingkat ini biasanya digunakan untuk membudidayakan tanaman semusim, seperti sayuran,” ujar Ning Hermanto (45), yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) Bunga Lili Jakarta Utara. Tidak menutup kemungkinan jenis pohon obat atau tanaman hias juga dapat ditanam. Selain dapat menambah gizi keluarga, petani yang mempunyai lahan luas berpeluang untuk melipatgandakan hasilnya. Suasana pun tampak lebih asri dan segar. Demikian yang diutarakan wanita yang sering menjadi fasilitator pertanian ekologis di Jakarta dan Depok itu.
Hal serupa juga ditambahkan oleh pemerhati masalah pertanian dari KONPHALINDO (Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutandan Alam Indonesia), Sri Widiastuti. Menurutnya, pertanian vertikultur sangat cocok sekali diterapkan dikota-kota besar seperti Jakarta. Sanggup pula dibudidayakan di daerah rawan banjir. Pasalnya, kebun mini ini dapat dipindah-pindahkan dengan mudah. Selain itu, amat berguna untuk mengisi waktu luang bagi ibu-ibu rumah tangga, remaja, atau para pensiunan. Bila hasilnya berlimpah dapat dijual untuk menambah income keluarga. ”Vertikultur merupakan solusi pertanian masa depan. Hemat lahan dan ‘aman bagi lingkungan,” tegasnya. Murah dan Mudah Karena pengertiannya pertanian bertingkat, sistem yang dipakai tidak ubahnya seperti sebuah tangga pada umumnya. Bersusun ke atas dan tentu saja tidak perlu mencangkul atau membajak tanah. Dalam pembuatan ‘’tingkat” alat dan bahan banyak tersedia di sekitar kita. Untuk pernbuatan rangka dapat dipakai kayu, bambu, atau papan. Modelnya pun terserah saja. Yang penting sanggup menopang atau mengisi beberapa buah tanaman. Ada beberapa tipe yang urnum dipakai seperti berbentuk persegi panjang, segitiga berjenjang atau seperti anak tangga.
Dapat pula digantung di langit - langit atau atap kamar. Ukuran tinggi rak tersebut sewajamya, agar perawatan pohon mudah dilakukan. Haï lain yang harus diperhatikan. Beri jarak sekitar 30-50 cm dan permukaan lantai. Tak perlu bingung untuk media tanam. Tempat hidup pohon-pohon itu dapat dipakai bekas kaleng cat, biskuit atau wadah plastik minyak pelumas. Barang-barang tersebut aneka jenis pot-pot tanaman yang banyak dijual. Begitu pula dengan memanfaatkan gelas air minum minerai, ember bekas serta dapat memakai kantung plastik jenis polybag. ”Manfaatkan benda-benda yang tidak terpakai untuk membuat pot-pot tanaman,” pesan lbu Ning, yang pemah meraih Juara l Lomba Pekarangan Produktif Tingkat DKI Jakarta pada Expo Agribisnis Tahun 1999 lalu.
Syarat pernbuatan rak itu tidak hanya kuat, namun juga fleksibel. Dapat dengan mudah diletakkan di mana saja. Diteras samping, halaman depan, bahkan di dalam ruangan. Pot tanaman juga dapat ditata sedemikian rupa. Dengan memanfaatkan kerangka penyangga untuk menggantung wadah tanaman yang ringan. Dalam budidaya sayuran letakkan pohon yang banyak membutuhkan sinar matahari seperti cabai, selada atau sawi pada bagian yang paling atas. Sedangkan tanaman jenis ginseng, seledri, serta kangkung di bagian tengah atau bawah. Kombinasi TABULAPOT (Tanaman Buah Dalam Pot ) dapat disusun untuk menambah ramai keadaan. Juga, tampilan koleksi tanaman hias atau obat membuat suasana ”kebun” menjadi lebih indah dan bervariasi.
Menurut penuturan pehobi yang tidak pemah mengenyam pendidikan pertanian itu, sebelum bercocok tanam sebaiknya mengenali sifat-sifat tanaman. Beberapa jenis sayuran kadangkala cocok dibudidayakan di daerah dataran rendah atau dataran tinggi yang dingin. Bila membeli benih tanyakan pada penjual apakah cocok ditanam di daerah sekitar.
Aneka sayuran mampu hidup di daerah panas seprti Jakarta antara lain sawi, bayam, katuk serta kemangi. Tumbuhan itu banyak di tanam secara perorangan di rumah atau pada lahan pertanian kota. Petani vertikultur juga dapat membuat bibit sendiri. Dengan penyemaian sederhana yang diambil dari pohon yang telah mampu menghasilkan bibit. Caranya yaitu dengan membiarkan buah matang atau setengah kering di pohon. Lalu bijinya dikeringkan dengan cara dijemur. Untuk benih tanaman semusim, pilih yang bentuknya bagus dan tidak cacat, serta tenggelam bila direndam air. Wadah kotak kayu, kotak plastik persegi empat atau polybag kecil sangat baik dipakai sebagai tempat persemaian. Untuk pengadaan bibit tanaman lain dapat diperoleh dari hasil stek atau cangkokan. Bagi yang doyan makan tomat, pare, kacang panjang atau mentimun, dapat pula menanam dengan cara ini. Sebagai wadahnya dipakai tempat yang lebih besar, seperti drum bekas, kaleng cat besar, atau karung bekas beras. Tentu saja di beri air, atau penyangga dari kawat, bambau, atau tali sebagai tempat untukmerambatnya.
Sehat
Banyak cara hidup sehat. Salah satunya adalah mengkonsurnsi makanan yang sehat. Tanpa banyak mengandung unsur kimiawi, zat pewarna atau pengawet. Begitu pula dengan tinggal di rumah yang sehat pula. Penuh ”warna” oleh pepohonan, jauh dari pencemaran lingkungan. Lalu, apa hubungannya dengan jenis pertanian ini?. ”Teknik vertikultur adalah upaya untuk menghasilkan tanaman yang lebih higienis dan ramah lingkungan,” ungkap Sri Widiastuti, yang tergabung dalam Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia. Alasannya, menurut dia, bila pertanian tersebut dipakai dengan konsep organik, tentu hasilnya akan berbeda.
Di Indonesia dikenal dengan nama Pertanian Organik (PO). Yakni budidaya pertanian alami yang tidak menggunakan bahan kimia. Tanpa pemakaian pupuk kimia, pestisida kimia atau zat perangsang buatan lainnya. Hal ini bukan berarti tidak memakai bahan-bahan tersebut. Pemilik kebun dapat membuat sendiri pupuk alami dari bahan-bahan sederhana. Yang diperoleh dari limbah atau sampah dapur. Untuk urusan hama penyakit pun tak perlu khawatir. Resep tradisional peninggalan orangtua mampu menghadapi hama itu. Memang hasil panen dari kebun kecil ini tidak sebesar dengan cara konvensional. Yang umumnya memakai pupuk kimia jenis urea, TSP, atau NPK dalam unsur tanah. Hasil dari pemakaiannya mampu menghasilkan buah dan daya tumbuh pohon yang lebih baik.”Di balik itu ada hasil yang lebih membanggakan bila memakai cara alami. Asupan zat kimia ke dalam tanaman dapat diperkecil. Air untuk menyiram pohon juga jauh lebih bersih,” jelas Sri.
Berbeda dengan budidaya tanaman sayur yang banyak berada di pinggiran sungai. Kernudian hasilnya dijual ke pasar. Mungkin air kali yang tercemar digunakan untuk menyiram. Begitu pula dengan pola pertanian besar yang banyak memakai pestisida dan berbagai macam zat perangsang tumbuh, agar tanaman cepat dipetik hasilnya. Untuk budidaya sayuran cara vertikultur temyata hasil panen tidak jauh dengan petani umumnya. Pohon cabai dapat dipetik hasilnya pada usia tiga bulan. Tanaman sawi atau selada bisa dipanen ketika umur 40 hari. Terong atau pare berbuah di usia tiga bulan.
Begitu juga dengan bayam yang siap dipetik pada hari ke-28.
lbu-ibu tak perlu repot untuk pergi ke pasar atau supermarket untuk membeli sayuran yang lebih fresh. Hasil ladang bertingkat di halaman jauh lebih segar daripada di sana. Lagipula ada kepuasan batin untuk itu. Memakan hasil bumi dari jerih payah sendiri, meskipun sedikit adanya
Ditulis dalam INFO HORTIKULTURA

info

Bertanam Sayuran Vertikultur
Januari 17, 2008
Bercocok tanam secara vertikultur sedikit berbeda dengan bercocok tanam di kebun atau di ladang. Vertikultur diartikan sebagai teknik budi daya tanaman secara vertical sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat dan tidak membutuhkan lahan yang banyak, papar Temmy Desiliyarni, alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB).
Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan secara vertikultur biasanya adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi, berumur pendek, atau tanaman semusim seperti sayuran, dan memiliki sistem perakaran yang tidak terlalu luas.Bahan untuk tempat bertanam yang biasa dimanfaatkan sebagai model vertikultur adalah pipa paralon (PVC), bambu betung, kawat ayam, atau gelas bekas air mineral. Alat-alat yang diperlukan adalah bor listrik dan gergaji. Salah satu model vertikultur sederhana yang murah adalah dari bambu betung. Langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Siapkan bambu betung berdiameter sekitar 10 cm sepanjang 1,5 m
2. Lubangi dengan hati-hati pembatas bagian dalam antar-ruas bambu menggunakan linggis
3. Belahlah ujung atas dan ujung bawah menjadi empat bagian sepanjang 10 cm
4. Di bagian tengah antara belahan satu dengan yang lainnya diberi sepotong kayu sehingga belahan-belahan tadi membuka dan bagian bawah bambu dapat digunakan untuk berdiri tegaknya bambu tersebut.
5. Setelah itu, dengan menggunakan bor listrik dibuat lubang-lubang yang berdiameter 1,5-2 cm di bagian sisi bambu secara bertingkat dan berselang seling sehingga tanaman tidak saling menutupi.
6. Lubang pertama dibuat dengan jarak 12,5 cm dari ujung bambu. Lubang tanam yang lain dibuat dengan jarak 25 cm antara lubang satu dengan lubang lainnya sehingga didapatkan dua belas lubang tanam.
7. Setelah itu, masukkan media tanam yang telah disiapkan ke dalam bambu hingga penuh

kerusakan

Membenahi Lahan yang Rusak di Lereng Merapi
KAMI tidak tahu apa yang namanya merusak lingkungan, tetapi pekarangan milik saya ini kaya akan pasir. Dan itu artinya uang bagi saya, karena itulah yang menguntungkan," kata Sarto, warga Kecamatan Cangkringan yang ditemui Kompas, Selasa (26/8) ketika ditanya dampak penggalian pasir di pekarangan rumahnya.
Entah sejak kapan tanah penduduk warga Cangkringan dan juga warga seputarnya, berisi timbunan pasir yang sangat memancing warga menambangnya. Yang pasti, letusan Gunung Merapi menebar kandungan pasir di sungai-sungai atau di pekarangan penduduk. Mencari pasir di pekarangan sendiri adalah pekerjaan sambilan yang mendatangkan uang tambahan yang menggiurkan.
Namun, setelah penggalian pasir di pekarangan milik pribadi itu, yang tersisa hanya terowongan-terowongan atau kontur tanah yang tak lagi teratur. Praktis tanah pekarangan itu tak lagi bisa dimanfaatkan untuk apa pun setelah diambil pasirnya. Penduduk tak tahu harus berbuat apa, karena itu mereka membiarkan tanahnya tak terawat lagi. Tanah bekas penggalian pasir terbiarkan merana.
Dalam kondisi itulah Pemda Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yang banyak memiliki lahan-lahan merana setelah digali pasirnya oleh masyarakat, memiliki alternatif pemikiran, yaitu menghidupkan bekas tanah galian pasir menjadi lahan pertanian. "Konsep itu disebut pertanian agrogeologi," kata Sabaruddin Wagiman Tjokrokusumo, Kepala Bidang Teknologi Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Menurut Sabaruddin, agrogeologi merupakan studi tentang proses terjadinya pupuk alami dari proses pembusukan atau kerusakan batuan karang vulkanis atau sejenis batu basal sebagai akibat tekanan iklim yang menghasilkan unsur penting, seperti karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, kalium, kapur, belerang, besi, seng, dan tembaga. Di lingkup Kabupaten Sleman, yang setiap tahun menerima 1,7 juta ton muntahan Gunung Merapi, merupakan berkah yang bisa dimanfaatkan dalam pertanian berbasis agrogeologi.
Bambang, warga Kecamatan Cangkringan, menyebutkan, di Kecamatan Cangkringan ada 20 lebih tempat penambangan pasir yang telantar dan terbiarkan merana. "Kerusakan lingkungan di wilayah ini cukup parah, maka dengan adanya proyek agrogeologi itu, rasanya tepat untuk membenahi lingkungan Merapi. Saat ini lereng Merapi merupakan pusat sumber air bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kalau ekosistem Merapi rusak, berarti bahaya besar bagi warga DIY," tandasnya. (top).
Di posting www.kompas.com

Pengembangan Proyek

Pengembangan Hortikultura

Di Kab Buton

Adalah sebuah proyek yang bertujuan untuk mengaktifkan sektor holtikultura dan meningkatkan pendapatan petani kecil pada daerah non irigasi (lahan tak berpengairan) dengan memberikan bantuan yang berupa fasilitas dasar pertanian dan teknik cocok tanam holtikultura. Proyek ini dilaksanakan pada 31 daerah di 15 propinsi dan pelaksana proyeknya adalah dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Departemen Pertanian. Dari total biaya 10.359.000.000,00 yen (dana tercairkan 8.407.000.000 yen), JBIC mengeluarkan dana sebesar 7.769.000.000 yen (dana tercairkan 4.612.000.000 yen). LA ditandatangani pada bulan Desember 1996. Dan pada bulan Desember 2002, dana pinjaman sudah dicairkan semua. Konsultan proyek ini adalah Nippon Koei dan perusahaan-perusahaan setempat (PT Pusat Pengembangan Agribisinis, PT Trans Intra Asia, PT Andal Agrikarya Prima). Sedangkan pelaksana kontrak adalah perusahaan-perusahaan setempat.

Proyek ini ditujukan kepada 756 kepala keluarga untuk lahan seluas 500 hektar pada 7 desa di kecamatan Sampolawa dan 3 desa di kecamatan Batauga.Pelaksana proyek ini adalah Departmen Pertanian Propinsi Sulawesi Tenggara dan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Buton. Proyek ini berupa bantuan 200.000 batang bibit pohon, pupuk dan obat pembasmi hama. Selain itu, diadakan juga pelatihan cocok tanam dan pembangunan fasilitas irigasi. Anggaran total proyeknya 11.000.000.000 rupiah.

PERMASALAHAN

  1. Bibit pohon

Jeruk Siompu, yang ditanam sejak zaman dahulu di pulau Siompu sebelah barat pulau Buton, adalah tanaman yang menjadi sasaran proyek. Jeruk Siompu ini terkenal dengan rasanya yang sangat manis. Di 3 pasar yang berada di kota Baubau,dibandingkan dengan jeruk lainnya yang ukurannya sama, jeruk Siompu laku dijual dengan harga 2 kali lipat bahkan lebih.Oleh sebab itu, petani miskin yang membudidayakan ubi kayu dan jagung ini, menaruh harapan yang besar sekali pada proyek ini. "Kalau bukan jeruk Siompu, pasti kami tidak akan ikut serta". Demikian ungkap La Ode (57 tahun),ketua kelompok tani Desa Pogalampa Kecamatan Baubau, yang dulunya adalah petani jagung dan ubi kayu, dan untuk proyek kali ini telah menyiapkan lahan seluas 0,5 hektar. Dari 200 bibit pohon jeruk, setelah ditanam, ternyata hanya 3 batang saja yang jeruk Siompu, sedangkan sisanya kecil-kecil dan kecut. La Ode berkisah, "Kami diberi bibit jeruk yang bukan Siompu. Para petani tidak diberi kesempatan ikut serta dalam pengadaan bibit jeruk".

"Menurut data yang dihimpun dari para petani, dari 9880 bibit yang dibagikan, terdapat 7389 batang pohon yang menghasilkan buah. Dari pohon yang berhasil ditanam sampai menghasilkan buah tersebut, hanya 1452 yang menghasilkan jeruk Siompu, sisanya yang 5937 batang, ternyata berbuah kecil-kecil", jelas La Ode. Buah jeruk yang ditanamnya tidak laku dan sekarang perkebunan jeruknya dibiarkan begitu saja. Dikatakan juga, La Ode telah membuka lahan baru untuk bercocok tanam jagung dan ubi kayu. "Saya berharap bahwa dengan proyek jeruk ini, saya dapat meningkatkan kualitas hidup saya. Namun ternyata sia-sia saja harapan saya itu", kesah La Ode sambil menurunkan kedua bahunya.

  1. Partisipasi Penduduk

Di Desa Lapandewa Makmur kecamatan Lapandewa (dulu kecamatan Sampolawa) pun juga terdapat kasus yang sama. Di desa ini, jumlah petani yang ikut serta dalam proyek ada 148 orang dan luas lahan perkebunan untuk proyek adalah 138 hektar. Dari bibit pohon jeruk yang dibagikan, setelah ditanam, ternyata banyak yang buahnya kecil-kecil dan masam, dan ini jelas-jelas bukan jeruk Siompu. Kepala Desa Lapandewa mengatakan bahwa sebelum tahun 2000, ia pernah dipanggil Dinas Pertanian dan di sana ia diberi penjelasan tentang proyek ini. Saat itu, jenis tanaman yang akan ditanam sudah ditetapkan, yaitu jeruk Siompu. "Hingga saat ini, tidak ada partisipasi penduduk dalam pengadaan bibit jeruk. Semua mengira bahwa yang dibagikan kepada mereka adalah jenis jeruk Siompu. Akan tetapi, setelah dibudidayakan selama 3 tahun, buahnya kecil-kecil dan kami baru menyadari kalau bibit yang kami terima itu ternyata palsu", ungkapnya lagi. Pada tahun 2003, para petani sudah menyampaikan hal ini kepada Dinas Pertanian kabupaten Buton dan dikatakan bahwa bibit-bibit tersebut akan diganti. Namun hingga bulan Agustus 2007, tidak ada tanda-tanda akan ada penggantian bibit. Selain itu, ada 5 ketua kelompok petani yang dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Baubau untuk dimintai keterangan, kemudian juga desa ini didatangi polisi dari polsek. Dan pada tahun 2005, Dinas Pertanian memanggil petani dan dalam pertemuan tersebut, dijanjikan bahwa pohon jeruk kami akan diokulasikan. Namun demikian, tetap saja tidak ada perubahan.

  1. Irigasi

Desa Lapandewa awalnya memang tidak memiliki fasilitas irigasi. Penduduk menampung air hujan dan menggunakannya untuk bertani bawang, jagung dan ubi kayu. Dengan proyek bantuan fasilitas irigasi ini, penduduk sangat gembira. Namun, kegembiraan ini tidak berlangsung lama karena setelah setengah tahun dibangun, fasilitasnya rusak. Hingga saat NINDJA ke sana (bulan Agustus 2007) pun, fasilitas masih belum diperbaiki. Oleh sebab kerusakan ini, setiap hari, penduduk terpaksa harus bolak-balik perkebunan-penampung air yang terpisah sejauh 3,5 km, membawa polytank berisi 20 liter air.

Desa Busoa Kecamatan Batauga adalah desa yang tidak memiliki fasilitas irigasi dan mendapatkan bantuan pembangunan fasilitas irigasi melalui proyek ini. Akan tetapi, karena air tidak mengalir, Dinas Pertanian membangun fasilitas yang kedua. Itu pun tidak begitu bagus, sehingga petani mengajukan protes. Dinas Pertanian mengatakan bahwa akan diberikan bantuan sebesar 1.500.000,00 rupiah sebagai biaya perbaikan, tetapi usulan ini ditolak oleh penduduk. "Dari semula, memang pihak pelaksana proyek tidak transparan dalam hal anggaran", demikian cerita Bahrudin (55 tahun) yang sekarang membiarkan lahan perkebunan jeruknya terbengkalai. Dari 300 bibit pohon jeruk yang diterimanya, hanya 5 yang berjenis Siompu. Sebagai gantinya, sekarang Bahrudin membuka lahan baru dan menanam kayu jati.

Masalah yang berhubungan dengan fasilitas irigasi dan bibit seperti halnya tertulis di atas, kami temui juga ada di Desa Lawela Kecamatan Batauga. Menurut ELSAIN, yang telah bergumul dengan masalah-masalah ini bersama dengan para petani, masalah serupa terjadi hampir di semua desa.

Rabu, 13 Agustus 2008

Mutiara Kuning Dari KalBar

Jeruk Pontianak yang merupakan Jeruk Siam Pontianak berkembang luas di daerah asalnya, Kecamatan Tebas-Sambas Tanaman Jeruk di daerah asalnya telah terbiasa dibudidayakan masyarakat setempat semenjak lama dengan produksi rata-rata saat ini yang cukup tinggi (12 ton/ha/tahun). Pada masanya, sekitar satu dasawarsa yang lalu, terjadi booming produksi jeruk yang menyebabkan rendahnya harga jual di tingkat petani, sehingga pada saat tersebut terjadi trauma pada petani untuk membudidayakan tanaman jeruk dan banyak petani yang menelantarkan kebun jeruknya karena harga jual yang tidak sesuai dengan biaya produksi sehingga petani merugi. Pada masa selanjutnya, petani jeruk kembali bergairah untuk menanam dan mengembangkan tanamana jeruk. Kondisi ini didukung oleh pemerintah setempat dengan terbitnya SK Bupati Sambas Nomor 163 A tahun 2001 tanggal 20 Juli 2001 yang ditindaklanjuti dengan adanya program rehabilitasi dan pengembangan Jeruk.

Program Pemkab. Sambas telah mentargetkan selama tahun 2000-2005 melakukan rehabilitasi dan pengembangnan Jeruk seluas 10.000 ha dengan tidak hanya melibatkan petani jeruk saja, namun juga para pengusaha dan investor swasta. Dari hasil analisis produksi, diperkirakan akan terjadi booming produksi jeruk secara nasional pada tahun-tahun mendatang, dan kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pengembangan jeruk dengan rendahnya harga jeruk. Pada tahun 2009, dengan asumsi produktivitas 12 ton/ha/tahun, maka produksi jeruk Kalimantan Barat diperkirakan mencapai 180.000 ton/tahun. Kondisi tersebut merupakan hal yang serius untuk segera dilakukan antisipasi dan jalan pemecahannya.

Pada saat era persaingan bebas dan ketat saat ini beberapa hal penting yang menjadi perhatian para produsen Jeruk adalah kualitas (rasa dan tampilan) yang baik dan sesuai dengan lidah umumnya konsumen, selain itu adalah kecerdasan menembus pasar yang semakin kompetitif. Suatu kenaifan rasanya apabila produk jeruk yang dijual hanya mengandalkan kepada bentuk jeruk segar (buah petik) saja, hal ini mengingat pasar di tingkat nasional telah banyak dipenuhi komoditas yang sama dari beberapa daerah bahkan import yang memiliki kualitas sama atau jauh lebih baik dan tentunya harga yang lebih kompetitif. Dalam upaya pengembangan jeruk (siam) pontianak saat ini, pendekatan dengan pola agribisnis merupakan suatu tuntutan. Aspek-aspek agroinput, agroproduksi, agroindustri, agroniaga dan kelembagaan yang sangat dinamis sesuai dengan permintaan dan selera konsumen secara luas memerlukan antisipasi-antisipasi yang sangat terencana dan mantap.

Aspek agroinput dengan memperhatikan sumberdaya tanah dan bibit diperlukan analisis-analisis yang akurat akan sangat membantu mengingat terjadinya perubahan sifat-sifat alam yang mempengaruhi produksi. Dalam aspek agroproduksi, para petani jeruk telah lama membudidayakan tanaman jeruk dengan berbagai inovasi teknologinya. Secara umum aspek produksi telah banyak dikuasai oleh para petani jeruk dan para petani jerukpun selalu siap untuk menerima inovasi teknologi Jeruk guna meningkatkan performa jeruknya.


Daftar Bacaan

Dirjen Hortikultura, 2006. Artikel Kunjungan Menteri Pertanian, Kampus IPB Bogor.

Rabu, 06 Agustus 2008

Khasiat Wortel

Ke mana pun berperang, Pedanius Dioscorides, dokter pasukan Romawi kerap membawa wortel. Ahli medis kelahiran Turki itu percaya umbi Daucus carota menyehatkan.

Khasiat wortel semakin tersibak. Selain meningkatkan ketajaman mata, wortel juga mencegah berbagai penyakit seperti kolesterol, stroke, dan kanker. 'Wortel kaya gizi, penting bagi tubuh,' kata Prof Ali Khomsan, ahli gizi dari Institut Pertanian Bogor. Bagi masyarakat di perkotaan yang penuh polusi seperti Jakarta, wortel ideal dikonsumsi. Sebab, asap dan polusi mudah merusak sistem pernapasan dan paru-paru pemicu kanker.

Di dalam wortel terdapat senyawa falcarinol yang terbukti efektif melindungi paru-paru dari berbagai polutan. Dr Kirsten Brandt dari University of Newcastle, Amerika Serikat meneliti 24 tikus pengidap tumor pra-kanker selama 18 minggu. Falcarinol terbukti mengurangi 30% risiko perkembangan kanker dibandingkan tikus yang mendapatkan pakan biasa. Dalam jumlah tertentu falcarinol merangsang mekanisme tubuh untuk melawan kanker.

Wortel rebus

'Namun jangan salah, konsumsi wortel yang baik justru yang sudah dimasak,' kata Ali Khomsan. Wortel rebus ditambah sejumlah minyak atau lemak meningkatkan kadar antioksidan 30% dibandingkan wortel mentah. Penyebabnya, beta karoten wortel terikat dalam serat, sehingga sulit diekstraksi tubuh. Pemasakan dalam waktu cepat, melepaskan beta karoten dari serat sehingga tubuh pun mudah menyerapnya.

Hal itu juga sesuai penelitian Profesor Luke Howard dari Universitas Arkansas, Amerika Serikat. Ia mengukur kadar antioksidan wortel segar dan wortel kukus tanpa kulit selama empat minggu. Hasilnya, wortel kukus mengandung antioksidan 34,3% lebih tinggi dibanding wortel segar. Jumlah itu terus meningkat satu minggu kemudian. Setelah itu kadar antioksidan turun, tapi tetap lebih tinggi dibanding antioksidan wortel mentah. Jadi, sayuran segar itu tak selalu lebih sehat.

Banyak olahan

Untuk memperoleh manfaat wortel olahan tak perlu repot menyajikannya, karena beberapa olahan tersedia di pasaran. Beberapa kemasan wortel asal Amerika Serikat Trubus dapati di Pasir Panjang Wholesale Market, Singapura. Olahannya berupa mini peeled carrots, carrot snack packs, dan carrot dippers with organic ranch dip. Ketiganya wortel organik dalam kemasan yang telah masak. Yang disebut pertama berupa potongan wortel yang dikupas.

Setelah dikukus, potongan umbi wortel masuk dalam kemasan hampa udara. 'Gunanya sebagai campuran sayuran yang akan dimasak seperti capcay, sehingga tak perlu repot-repot untuk menyajikannya,' kata Collin Yap Thien, eksportir olahan wortel di Pasir Panjang, Singapura. Kemasannya terbagi menjadi 2, yaitu yang berukuran 0,5 kg dan 1 kg. Harganya di pasar swalayan Sing $8 setara Rp40.000 untuk kemasan 0,5 kg dan Sing $12 atau Rp60.000 untuk kemasan 1 kg.

Carrot snack packs sebagai camilan yang langsung dapat dinikmati. Agar rasanya lebih gurih, carrot snack pack diberi sedikit garam. 'Yang digunakan untuk kudapan biasanya hanya butuh sedikit tetapi rutin. Makanya dijual dalam kemasan kecil dengan jumlah banyak,' kata Collin. Harga Snack pack Rp30.000 untuk 4 kantong berisi 200 g dan Rp50.000 untuk 10 kantong ukuran 100 g.

Yang tidak menyukai rasa wortel, carrot dippers with organic ranch dip pilihan pas. Sebab, produk itu dilengkapi saus alias sambal dengan rasa asin masam. 'Sausnya sama dengan wortelnya, semuanya dibuat dari bahan-bahan organik,' kata Collin. Bahannya terdiri dari mentega susu rendah lemak, minyak kedelai organik, telur ayam organik, cuka anggur organik, jus tebu organik, garam, rempah-rempah organik, cuka apel, pengental xhantan gum, bawang putih, parsley organik, asam laktat, dan asam sitrat. Semua bahan digiling menjadi satu. Harganya Rp40.000 per 3 kemasan berukuran 100 g. 'Ini yang paling banyak disukai. Sebab mudah disajikan, rasanya enak, dan bergizi tinggi,' kata Collin.

Brem

Produk olahan wortel lainnya adalah jus. Di Thailand, jus wortel banyak dijajakan di pasar swalayan, rasanya berbeda dengan wortel asli. Bagi yang tidak menyukai wortel takkan merasa eneg ketika mengkonsumsinya. Jus wortel biasanya dibuat hanya dengan cara mengambil sarinya dan diberi tambahan pemanis dan pengawet. Dengan proses sesederhana itu, wortel laku dijual dengan harga 20 baht alias Rp6.000.

Olahan lain: dodol. Nusa Tenggara Barat sentra dodol wortel Indonesia. Wortel dicampur gula dan tepung rumput laut. Dengan kemasan plastik, dodol wortel dijual Rp21.000/160 g. Selain itu masih ada olahan lain yakni brem. Hal itu dilakukan oleh mahasiswa Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Institut Pertanian Bogor.

Untuk memperoleh brem itu, dekstrin sebagai pengental dicampurkan ke jus wortel dan difermentasi. Kandungannya berupa 11,98% air, 0,97% protein, 0,06% lemak, 84,85% karbohidrat, dan tingkat kemanisan 3,56o briks. Namun, fermentasi pada pengolahan brem menurunkan kandungan betakaroten hingga 32,51%.

'Pengolahan yang terlalu lama memang mengurangi kadar gizi wortel,' kata Kusdibyo, peneliti Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Bandung. Ia melakukan penelitian terhadap wortel kering. Hasilnya, kandungan betakaroten wortel kering 17% menurun. Menurut Kusdibyo penurunan betakaroten mudah terlihat dari warna produk. Semakin pudar warna jingga, semakin rendah kandungan betakaroten. Oleh sebab itu perlu digunakan teknik khusus agar betakarotennya tidak hilang.

Mengembang

'Untuk mengeringkan wortel, yang paling utama adalah perlakuan sebelum masuk ke alat pengering. Perlakuan itu disebut bleaching, bertujuan menginaktivasi enzim dalam sayuran agar stabil. Cara paling mudah dengan teknik pengukusan. Lama pengukusan tergantung bobot. Untuk 1 kg wortel cukup 10 menit; 10 kg dibutuhkan waktu 15 menit.

Inaktivasi enzim membuat wortel tak cepat gosong ketika dikeringkan dalam oven bersuhu 60o C dan vitamin yang terkandung tidak mudah hilang. Selain itu, bleaching mempertahankan daya rehidrasi. 'Irisan wortel kering biasanya digunakan sebagai sup. Jika disiram air panas, wortel mengembang kembali sebab masih memiliki daya rehidrasi tinggi,' kata Ir Kusdibyo.

Di dalam oven, suhu pengeringan harus di bawah 600C. Suhu tinggi menyebabkan sel rusak sehingga sayuran tak mengembang saat disiram air panas. Selain itu, ikatan klorofil dan vitamin terputus. Akibatnya rasa serta bau menguap dan warna berubah kuning kecokelatan. 'Selain suhu, lama pengeringan mempengaruhi hasil wortel kering,' kata Kusdibyo.

Lama pengeringan dipengaruhi laju respirasi tanaman. Wortel memiliki stomata rapat sehingga laju respirasinya rendah saat pengeringan. Makanya waktu yang dibutuhkan mencapai 18-20 jam. Rata-rata rendemen pengeringan sayuran hanya 5-6%. Itu artinya dari 100 kg sayuran segar menghasilkan 5-6 kg kering. 'Memang sedikit, tetapi dari segi harga nilainya lebih tinggi dibandingkan sayuran segar,' katanya.

Dengan rasa enak dan mudah penyajiannya, wortel kudapan ideal. Apalagi bentuk olahannya beragam. Dengan begitu, tubuh yang sehat mudah didapat. (Vina Fitriani/Peliput: Andretha Helmina) dari majalah trubus.

Perkembangan Bisnis Tanaman Horti


Kecenderungan globalisasi pola pangan yang mengarah kembali ke prinsip-prinsip alami (back to nature), terutama dalam hubungannya dengan pemeliharaan dan perawatan kesehatan telah memicu peningkatan permintaan pada produk-produk hortikultura (berupa sayur-sayuran dan buah-buahan), tetapi juga pada tanaman bunga dan daun (florikultur).

Kinerja hortikultura Indonesia, akhir-akhir ini semakin menggeliat dan memberikan kontribusi yang cukup baik pada perekonomian Indonesia. Pada 2001, bersama-sama dengan produk tanaman pangan, ekspor produk-produk hortikultura telah mampu memberikan kontribusi sekitar 51% terhadap PDB Nasional (BPS, 2003). Dan proporsi tersebut, devisa yang dihasilkan sub sektor hortikultura sekitar USD 169,7 (Ditjen Binprod Hortikultura, 2003). Walaupun demikian, sebagai negara agraris, devisa tersebut sangat kedil bila dibandingkan dengan volume bisnis florikultur (bunga dan tanaman hias) di negara Belanda misalnya, yang volume bisnis pertahunnya dapat mencapai USD 4 miliar.

Secara agroklimat Indonesia memiliki kecocokan iklim untuk komoditas tropis yang eksotik dan langka. Contoh komoditas yang dicari pasar internasional adalah manggis, mangga, nenas dan duku. Keempat komoditas mi, cukup diminati oleh masyarakat di negara-negara Skandinavia. Hanya saja komoditas itu (diekspor) harus dibudidayakan secara organik. Ariinya buah-buahan tersebut, tidak pernah berkaitan dengan pestisida, herbasida, ataupun senyawaan-senyawaan kimia lainnya yang bukan berasal dan alam.

Sejauh ini produk-produk hortikultura Indone-sia yang diunggulkan buah mangga, durian, alpukat, pepaya, rambutan, manggis, duku, nenas, jeruk, salak dan pisang. Sedang dan kelompok sayur-sayuran komoditas unggulannya adalah kubis, cabe merah, bawang merah, mentimun, jahe, kentang dan tomat. Di lain pihak dan kelompok florikultura, komoditas-komoditas unggulannya adalah anggrek, antherium, gladiol, krisan, mawar, melati dan palem.

Nilai ekspor buah-buahan segar Indonesia pada tahun 2000 dan 2001 masing-masing adalah 13,2 juta dan 9,4 juta USD. Di lain pihak nilai impornya lebih dan 10 kalinya, yakni masing-masingl38,4 juta USD pada 2000 dan meningkat lagi menjadi 140,7 juta USD pada 2001. Dengan demikian terdapat anggapan di masyarakat bahwa karena vol-ume dan impor buah-buahan seperti apel, jeruk, pir, anggur dan durian Thailand terus menerus meningkat maka citra hortikultura Indonesia, khususnya buah-buahan sangat rendah.

Ternyata kecenderungan impor tidak hanya untuk buah--buahan saja, karena data impor sayur-sayuran segarpun memiliki kecenderungan yang sama. Data untuk sayuran segar pada 2000 dan 2001 masing-masing adalah 84,6 juta dan 92,3 juta USD. Di lain pihak, nilai ekspornya masing-masing pada tahun yang sama hanya mencapai 23,6 juta dan 28,9 juta USD.

Peluang bisnis produk hortikultura yang besar juga terlihat pada kenyataan bahwa konsumsi buah-buahan masyarakat Indonesia baru mencapai 36 kg/kapita/tahun. Sedangkan rata-rata dunia telah mencapai 60 kg/kapita/tahun. Di lain pihak terdapat tiga kawasan internasional yang memiliki permintaan pada buah-buahan tropik yang cukup besar, yakni Eropa Barat (Jerman, Perancis dan Inggris, Amerika Utara, Amerika Serikat dan Kanada) serta kawasan Asia Pasifik (Jepang, Hong Kong, Singapura dan Australia), (BI, 2003).

Dalam upaya meraih peluang bisnis hortiku pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan pertama memilih jenis-jenis komoditas unggulan yang cocok dengan selera pasar domestik dan pasar global. Kedua, melakukan perbaikan mutu bibitlbenih dengan menggalakkan penangkaran bibit di dalam negeri. Ketiga, melakukan penanganan panen dan pasca panen yang baik dan profesional, termasuk diantananya penanganan nantai dingin. Keempat, memperhatikan standar perdagangan internasional, serta mengantisipasi berbagai hambatan pendagangan seperti HACCP, ekolabel, sanitary and phytosanitary measures dan lain-lain. Dan kelima, menggalakkan agroindustri pengolahan buah-buahan dan sayuran yang didukung oleh kebijakan pemerintah yang kondusif.

Berdasarkan pengalaman penulis dan setelah mempelajari setumpuk rujukan, tennyata masih banyak peluang yang sebetulnya dimiliki Indonesia di dalam memasok penmintaan pasar akan komoditas-kamoditas hortikultura. Peluang-peluang tersebut antara lain, pertama peningkatan jumlah penduduk dan masih rendahnya tingkat konsumsi produk-produk hortikultura, membuka peluang pemasaran produk yang baik di pasar domestik.

Kedua, kecenderungan negara-negara maju di belahan dunia sub tropis, yang masyarakatnya makmur, sangat antusias dalam mengkonsumsi buah-buahan ataupun sayuran tropis. Permintaan akan produk-produk hortikultura tropik diduga akan terus meningkat

Ketiga, keragaman varietas yang tensedia di Indonesia sangat besar, sehingga memungkinkan dilakukannya pola--pola diversifikasi usaha, sekaligus memasok segmen-segmen pasar tertentu yang berbeda.

Keempat, pola kemitraan yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan besar pengolah produk-produk hortikultura membuka kesempatan yang besar bagi keikut-sertaan sejumlah besar petani-petani potensial di berbagai daerah yang sesuai peruntukkannya bagi usaha hortikultura.

Kelima, program otonomi daerah yang sedang memacu komoditas-komoditas unggulan daerahnya diduga akan menghasilkan skala ekonomi bisnis yang mencukupi, sehingga agribisnis hortikultura akan lebih tenjamin ketahanan hidupnya.

Keenam, beberapa negara donor seperti Jepang, Amerika Senikat, Belanda dan lain-lain bekerjasama dengan Departemen Pertanian memberikan bantuan teknis untuk pengembangan komoditas-komoditas hortikultura yang dapat membantu peningkatan mutu produk serta perbaikan teknologi budidaya dan pengolahan hasil panennya.

Ketujuh, pameran produk-produk pertanian yang kini semakin sering dilakukan banyak membuka peluang kontak antara petani produsen dengan pemasar dan importir yang memungkinkan peningkatan volume bisnis di masa depan.

Kedelapan, kinerja penelitian dan pengembangan di lembaga-lembaga riset dan universitas semakin mem-perlihatkan kemajuan dan dapat diakses oleh para petani dan pelaku agribisnis hortikultura swasta.

Kesembilan, adanya semangat nasional dalam mempenbaiki rantai pemasaran produk pertanian, termasuk hortikultura dalam bentuk pasar-pasar induk atau terminal agribisnis akan semakin merangsang budidaya dan bisnis hortikultura di masa depan.